Selasa, 23 Juli 2013
Mudik Yuuk !!
Doodle (coret coret) lagi!
Ceritanya lagi mudik kemaren. Sebagai pemudik yang normal (mudiknya malah ke Lampung Timur), mestinya perjalanan kami lancar-lancar saja, mengingat jalur yang tidak biasa. Berangkat dini hari , perjalanan santai.
Tapi ternyata yang terjadi agak di luar dugaan. Dini hari berikutnya, mobil kami tertahan di TB, sekitar 20 kilometer dari Kota Bandar Lampung. seharian penuh kami disana, macet tak tertahankan. Masih mending kalo padat merayap, lha ini bener-bener mandeg -___-
Breaking the boredom, Saya minta tolong adek buat ngambil ransel di belakang, trus ngambil sketchbook plus tempat pensil yang isinya alat ATK (Yeah, ATK. gunting, cutter, kuas bahkan lem dan staples pun ada. Sampe dibilang kantong doraemon saya temen-temen :P ) Coret-coret sekitar setengah jam, inking, dan Voila :D
Oke. fine. ini berantakan. mohon maklum ya, nggambarnya di mobil dengan posisi ruang sempit :D
Formasi dari depan, kiri ke kanan :
Depan : Abi & Ummi
Tengah : Ka Dewi anak Pertama , (Gak tahan AC, jadi agak mabok), trus Rahmat, adek nomer 5.. Paling kanan Syafrudin, adek nomor 3.
Belakang : Rani, aku sendiri, Tampak galau. hhe.. trus Nurul (bontot, adek nomer 6), makan potato chips. Gak kuat, jadi buka. Paling kanan, Juni (adek nomer 4) Tidur dengan bantal kesayangan.
Well, hope ya like it :)
Sumber: 554generation.blogspot.com ( Design Bang Zia)
Sabtu, 20 Juli 2013
Antara Kagum dan Suka, Terselip Rasa *C.I.N.T.A*(2)
Pelangi Ukhuwah
Persahabatan itu seperti warna pelangi,.
Setiap warna memiliki keistimewaannya masing-masing,.
Saling mengisi dan memberikan keindahannya tersendiri,.
Begitulah persahabatan,.
***
Waktu mengalir bagaikan sungai,
berbisisk sambil mengalir. Diantara celah bebetauan, beriak
mendendangkan nyanyian alam. Terus mengalir menghayutkan segala sesuatu
yang ada didepannya. Diantara keheningan biru, diantara nyiur lembaian
dedaun pepohonan hijau. Diantara senandung kicau burung di celah
ranting-ranting yang berbisik diterpa lembut pelukan angin sepoi, kabut
tebal yang mulai menyapa dan semua yang menemani riak demi riak
gemuruhnya.
Detik terus bergeming hingga berubah
menjadi menit. Menit terus beranjak hingga sampai pada jam. Jam terus
berputar hingga berganti hari. Hari terus berlari hingga sampai pada
minggu. Minggu terus berlalu dan sampai pada bulan. Dan bulan terus
berjalan hingga sampai pada tahun. Begitulah seterusnya, berputar dan
terus berputar. Berganti tiada henti. Sampai pada suatu hari dimana
waktu akan berhenti dan semua yang telah berlalu dari waktu akan
diperlihatkan.
Ya, sekarang aku di sini. Seperti
hari-hari yang telah berlalu. Sendiri di batas pesona senja, menatap
kemuning jingga senja yang mulai merona dan menjadi saksi saat matahari
mulai beranjak pergi. Tidak ada yang spesial di pesona jingga saat
ini, hanya saja ada yang berbeda. Senja sore ini, ada rintik hujan yang
menemani, meskipun hanya sesaat, tapi ketika rintik itu hilang
warna-warni yang melengkung indah mulai menghias keheningan jingga.
Mereka sebut itu The Rainbow. Yupzz, Pelangi. Sebuah lukisan Agung Rabb Semesta yang luar biasa. Sekilas namun memberi arti keindahan.
Hemm,. Mengamati pelangi memang asik.
Makanya kenapa banyak orang yang sangat suka dengan pelangi. Ya,
karena pelangi memamerkan keindahan dengan keanekaragaman warnanya.
Tanpa memerlukan cat atau pewarna, tapi lukisan itu dengan sempurna
menjadi warna di bentangan cakrawala. Subhanallah, Maha suci Engkau Ya Rahman.
By the way, kalau berbicara
pelangi jadi inget dengan sahabat. Sahabat yang selalu memberi warna di
bentangan kehidupan nyata. Menjadi inspirasi, motivasi, solusi dan
bukan polusi. Kehadiran seorang sahabat selalu memberi keindahan
tersendiri. Ya, sahabat seperti udara, menyejukkan dan menentramkan
jiwa. Seperti air jernih, menghilangkan risau dan galau di hati.
seperti warna pelangi, setiap warna memiliki keistimewaannya
masing-masing, saling mengisi dan memberikan keindahannya tersendiri.
Meskipun kadang-kadang menjengkelkan. Hehe, jadi inget sahabatku yang
sekarang sedang berlayar di luasnya samudera ilmu bumi kinanah. Ia
memilih untuk belajar disana, sebuah Universitas Isalm tertua di dunia,
Al-Azhar University Cairo-Egypt.
Hemm, jadi melayang kesana-sini. This
time for browsing. Ya, saatnya terbang ke dunia maya. Untuk bertemu
dengan mereka yang jauh di mata, hehe,.. atau membaca berita terhangat
dan terbaru di dunia. Seperti biasa, pertama kali yang ku buka adalah
jejaring sosial yang mereka sebut facebook. Tapi, sepertinya bukan
hanya aku, aku pikir hampir kebanyakan orang ketika mereka berlayar di
dunia maya, yang mereka buka terlebih dahulu adalah FB. Sekali lagi
sobat, Facebook sudah menyihir kebanyakan orang dengan mantranya.
Facebook sepertinya sudah menjadi candu. Ah, apapun itu, semoga
penggunanya bisa memanfaatkan FB degan sebaiknya. Termasuk aku. Bukan
untuk menipu, memeras, mencaci, menghina, atau apapun itu yang berbau
ketidak indahan.
Ku ketik akun FB ku misami@yahoo.com
dan ku tulis faswordnya; **********. Dan terbukalah tampilan profil
putih biruku. Ada lima pemberitahuan dan satu pesan. Ku buka isi pesan
itu dan ternyata dari Emilia Rizki Muslimah. Seorang sahabat baru di belantara facebook, hehehe lebay.com.
“Assalamu’alaikum ka sam,. Apa kabarnya..?”
Begitu isi pesan darinya yang ku panggil Imah. Dan akupun segera menarikan jemariku diatas papan keyboard untuk membalas pesan darinya.
“Wa’alaikum salam, Alhamdulillah sehat. Imah sendiri gimana kabarnya?”
Lalu ku klik send, dan terkirimlah.
Selang beberapa menit kemudian, ia pun kembali menjawab.
“Alhamdulillah baik ka. Oh
iya ka, saya suka status dan catatannya ka sam. Motivasi,cerpen dan
lainnya. Bagus sekali ka, inspiratif. (^_^),, kapan-kapan aku boleh share kan ka..?”
Sepertinya Imah sedang ol di hp. Makanya dia cepat menjawab balasanku.
“Makasih imah,.. ^_^ , ia boleh aja. Insya Allah. Semoga bisa berbagi pengalaman atau ilmu.”
Imah, memang seorang muslimah yang
komunikatif. Menurut pengakuannya, ia adalah seorang gadis desa asli
dari Sukabumi. Sekarang tinggal di Jakarta. Mahasiswi Fakultas Ekonomi
di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Katanya ia
ingin menjadi seorang pengusaha muslimah yang sukses. Padahal menurutku
ia cocok menjadi seorang guru. Selain komunikatif, ia juga ramah dan
aktif. Cukup untuk modal menjadi seorang guru. Hehe, itu hanya asumsiku
saja. aku tidak berhak mengatur mimpi orang, apalagi dia baru kenal
denganku. Ya, memang baru seminggu aku kenal dengannya, tapi pertemanan
ini mengalir begitu saja.
***
Selain FB, tetunya juga aku membuka
beberpa situs berita, untuk menambah wawasan dan memperluas
pengetahuan. Banyak hal yang bisa didapat di dunia maya. Bagaimana
tidak, zaman sekarang segalanya serba mudah. Terlebih lagi dengan
fasilitas internet yang mudah didapat. Apapun yang kita ingin tahu
mudah dicari. Kita tinggal mengetikkan nama apa yang ingin tahu
tentangnya dan biarkan mbah google yang mencari dan menemukannya.
Sedang asiknya membaca berita, tiba-tiba suara chat FBku berbunyi..
“Assalamu’alaikum..”
Dzikra Zahra El-hayah, ternyata dari seorang akhwat yang pekan lalu megirimkan permintaan pertemanan.
“Wa’alaikum salam,.”. Jawabku.
“Syukran sudah di konfirm, salam kenal”. Ia pun kembali membalas.
“Sama-sama, salam kenal juga.” Tukasku.
Kemudian tanpa sengaja atau memang sengaja tangan ini mengklik namanya, dan tiba-tiba muncullah profil tentangnya.
Namanya Dzikra Zahra El-hayah, ia asli
dari Bekasi. Seorang Mahasiswi di Universitas Negri Jakarta Jurusan
Sastra Arab. Aktivis juga, dan seorang guru di sebuah Bimbingan Belajar
al-quran dan Sunnah Laa Tansa di sebuh komplek elit Bekasi Barat.
Hemm, satu lagi pelangi ukhuwah di langit dunia maya.
“Oh iya, saya Sami Ilmi el-Kautsar.. boleh dipanggil Sami.”
Kuperkenalkan diriku, seperti biasanya
orang yang baru kenal dengan seseorang. Pasti yang pertama adalah
dengan nama. Pepatahpun mengatakan, tak kenal makanya ta’aruf, hehehe.
“Saya Dzikra Zahra el-Hayah, panggil saja Ikra.” Jawabnya biasa.
“Ok ikra.. Oh iya, menurut info di profilnya anti sekarang kuliyah di UNJ ngambil jurusan sastra Arab ya, semester berapa..?” Akupun ingin sedikit tahu tentangnya.
“Iya, Alhamdulillah sekarang sudah semester empat.” Jawabnya datar.
“Ohh, bahasa Arabnya sudah mahir donk..?”. Tukasku.
“Ah, biasa saja. Belum mahir ko… Masih belajar. ^_^”. Jawabnya.
“Kaifa idza natakallam bi lughoh ‘arabiyyah (Bagaimana kalau kita ngobrol pake Bahasa Arab)..?” Berusaha lebih mencairkan suasana.
“Anta tastathi’ takallum ‘arabiyyah aidhan (Kamu bisa Bahasa Arab juga)..? aina darasta (dimana belajarnya) ?” Suasana pun mulai mencair.
“Al-hamdulillah, wa lau bi Qolil, hehe.. darastu min shodiqii, huwa yadrus fi al-Qohirah, fi al-Azhar (Alhamdulillah, meskipun sedikit., saya belajar dari teman, dia sekarang belajar di Universitas Al-Azhar).”
Ya meskipun sedikit saja, bisalah
bercakap-cakap dan menjawab dengan Bahasa Arab. Ini karena sering
chatting sama sahabat yang sekarang sedang belajar di Negri Seribu
Menara itu.
“Haqqan (sungguh)…? subhanallah, ma afrahu Qalbi biliqoik (saya senang bertemu denganmu).. wa ‘indi shohib li takallum bi hadizihi lughoh (dan saya punya teman ngobrol dengan bahasa ini).” Sepertinya saat ini dia senang sekali,. Hehehe.. ngarang saja.. lebay.com
“Na’am ukhti (iya ukhti), hehe. Wa ana aidhan (saya juga), tasyarroftu bi liqoik (senang bertemu denganmu). Syukran.” Jawabku, ntah benar ntah salah jawabanku.
“Iya, sama-sama sami. Saya juga senang bisa berkenalan dengan antum. Aktivitas antum sekarang apa?” Tanyanya.
“Ah aktivitas saya mah biasa saja, jadi Pengacara alias pengangguran banyak acara, hehe”. Celotehku.
“Ah, antum ini suka merendah githu. Pasti antum ini seorang yang sibuk sekali ya?” Gumamnya.
“Ah ga juga,.. tapi,. ya
begitulah, hanya ingin memanfaatkan waktu dengan sebaiknya saja. Ya
kalau FB’an mah hanya refresing saja, hehe”. Jawabku lurus.
“Ok lah, yang jelas apapun
itu, semoga kita selalu bisa memanfaatkan waktu yang kita miliki. Ikra
juga FB’an paling seperlunya saja. Tidak terlalu begitu sering. FB bagi
ikra hanya sebatas jejaring dunia maya biasa, tapi ikra ingin
memanfaatkan FB ini untuk karya Ikra saja. Ya berharap ada manfaat yang
bisa diambil oleh temen-temen Ikra, lebih luasnya untuk publik. ^_^ “. Gumamnya dengan lugas.
“Yupzz, betul sekali Ikra.
Setuju banget. Untaian kata adalah hal yang luar biasa jika dirangkai
dengan sempurna dan memiliki makna. Bukan hanya sekedar mamasang status
biasa dan basi, ataupun tidak ada nilainya sama sekali.” Jawabku yakin.
“Iya, semoga saja kita terjaga dari perkataan yang sia-sia. Amin. ^_^”. Tukasnya.
“Amin ya Rabb… :)”. Balasku.
“Baiklah sami, senang berkenalan dengan antum, saya pamit off dulu. ila liqo fi furshoh ukhro. Wassalamu’alaikum..” . Ia pun pamit untuk off.
“Ok ikra, sama-sama. Ma’a salamah, ila liqo.. wa’alaikum salam..”
***
Satu lagi warna pelangi ukhuwah di
jingga maya. Seorang muslimah berjilbab rapi. Semoga saja hatinya pun
seindah jilbabnya. Hemm, dunia maya… kadang ia mendekatkan yang jauh,
dan menjauhkan yang dekat. Banyak sekali pertemanan yang abu-abu di
dunia maya ini, tapi tidak sedikit pula pertemanan yang sebenarnya.
Hanya saja tergantung orang yang menggunakannya. Jika saja jejaring ini
digunakan untuk hal yang baik, tentunya akan jauh lebih bermanfaat
ketimbang madharatnya. Tapi jika hanya digunakan untuk kesia-siaan maka
alangkah sayangnya.
Tapi inilah realitanya sekarang, banyak
sekali orang mensalahgunakan fasilitas internet ini. Yang hanya
mengikuti hawa nafsunya lebih cenderung kearah yang negative. mereka
membuat situs-situs yang tidak bermoral yang bisa merusak moralitas
bangsa dan menghancurkan generasinya. Melecehkan dan menghina suatu
agama, sehingga terjadi pergesekan diantara mereka, dan banyak lagi.
Semoga saja aku tidak termasuk diantara mereka.
Senja sore ini pun, menyisakan
kerinduan akan sahabat yang nun jauh disana. Seorang sahabat yang
seperti pelangi. Ia mampu memberi keindahan di setiap liku kehidupan.
Memberi warna untuk hari yang terjalani. Ia adalah inspirasi nyata untuk
diri. Bahkan ia adalah motivator hebat saat diri berada di jurang
kegalauan. Ia sempat menyampaikan sederetan kata SEMANGAT sebelum ia
berangkat ke negrinya nabi Musa itu;
“Milikilah mimpi hebat dalam hidup. Tentukan tujuan yang ingin diraih. Karena hidup terlalu singkat untuk sebuah kesia-siaan”.
Ya, tunggu aku sobat. Suatu hari nanti aku akan ke sana. Menjemput mimpi yang sempat tertunda.
Hemm,, di batas pesona jingga senja
hari ini juga, aku menemukan satu warna pelangi ukhuwah lagi. Seorang
muslimah dari kota Bekasi sana. Semoga pelangi ukhuwah ini memberi
warna di langit kehidupan. Dan semoga saja ukhuwah ini tidak seperti
pelangi yang mudah memudar. Semoga ada banyak hal yang bermanfaat dari
setiap pertemanan di belantara dunia yang maya ini. Ya meskipun ada
diantara pertemanan yang sama sekali belum pernah aku ketahui. ‘ala
kulli hal semoga Allah menjauhkan diri dari segala hawa nafsu yang
membelunggu yang menggiring jiwa kedalam kenistaan.
To be Continue,..
Jumat, 19 Juli 2013
Karena Cinta, Ia Mundur Tanpa Berita
Rubrik: Cerpen |
Oleh: Fajar Fatahillah - 29/12/11 | 10:30 | 04 Safar 1433 H
dakwatuna.com - “Assalamu’alaikum.
Akh, pekan depan bisa ngisi pengajian di majelis taklim mushalla
Al-Ikhlas akh? Materinya tentang pentingnya akhlaq dalam pergaulan.
Syukron”“Ya. Insya Allah akh”.
Hampir tiap pekan akh Farid mendapatkan sms atau telepon seperti itu. Dari yang sekedar ngisi kultum sampai menjadi khatib Jum’at. Wajar saja, karena ia kuliah di salah satu kampus syariah ternama di kotanya. Namun tidak hanya itu, ia juga aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya.
“Akh Farid, pekan depan ada pengobatan gratis dan bazzar juga. Tempatnya di dekat rumah Antum. Bisa kan Antum kondisikan dan sekaligus publikasi buat acaranya.”
“Siap akh. Insya Allah. Berapa target pesertanya?”
“Kalau untuk pengobatan 100 orang Akh, kalau bazar mah satu kampung aja Ente ajak, biar laris dagangan kita.. Haha”
“Haha… Oke bro.. Siap laksanakan.. Kalau begitu Ana duluan. Langsung persiapkan strategi nih. Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
Farid bergegas meninggalkan masjid, tubuhnya yang tegap meski sedikit kurus melangkah dengan cepat menuju sepeda motor yang diparkir di halaman. Itu memang sifatnya. Selalu bersegera dalam menyambut amal dakwah.
Ini data ibu-ibu RW 4, ini RW tetangga, em.. gimana kalau RW tetangga diajak juga biar tambah rame. . Pikir Farid.
Kamar kosnya yang berukuran 3×3 meter itu dipenuhi dengan berkas dan data warga yang sering ikut dalam kegiatan sosial.
Ada juga data peserta majelis taklim rutin di mushalla. Kamar itu seakan menjadi kantor besar yang penuh dengan gagasan dan rencana masa depan. Malam itu, saat teman-teman yang lain sudah pulang dari “lingkaran malam”, Farid berbincang dengan murabbinya.
Semilir angin dingin yang menusuk menemani perbincangan malam itu.
“Afwan, Ustadz, sebenarnya, ada yang ingin Ana sampaikan sama ustadz.”
“Iya, akh, Tafadhal, Ana siap mendengarkan.”
“Sebenarnya sejak beberapa bulan yang lalu, pikiran Ana sedikit terganggu ustadz.
ini mungkin yang menyebabkan kerja-kerja dakwah ini sedikit berkurang.”
“Memangnya, apa yang Antum pikirkan?”
“Dalam setiap agenda-agenda dakwah, Ana selalu bertemu dan bekerja dalam bidang yang sama dengan seorang akhwat. Awalnya sih biasa aja, Ana tetap menjaga hijab dan pergaulan. beliau pun juga demikian sangat menjaga hijab dan pandangannya. Namun lama-lama, entah kenapa, ane selalu menanti-nanti agenda-agenda sosial datang, selalu menanti saat rapat tiba, bahkan kalau belum ada, Ana sendiri yang inisiatif mengadakan agenda. Dan sekarang, pikiran ane jadi aneh ustadz, sering melamun, semangat yang naik turun, dan yang lebih parah lagi, selalu saja ingin bertemu dengan akhwat itu.”
“Antum sedang jatuh cinta akhi..”
“Jatuh cinta?? Apa iyah ini yang namanya cinta ustadz?? Ane hanya kagum aja sama beliau.”
“Iyah, itu cinta, cinta bisa timbul karena rasa kagum. Kalau memang Antum sudah siap, dan berani, Ana bisa bantu akhi”.
“Maksudnya Ustadz??”
“Iya, Ana bantu ta’aruf dengan akhwat itu, daripada Antum galau kayak gini, lebih baik dihalalkan saja”, papar ustadz dengan tegas.
“Aduh, Ana gak berani ustadz, Ana belum siap sepertinya, tabungan Ana aja masih sedikit, Ana masih kuliah sambil ngajar les dan bimbel. Ana masih harus nabung dan siapin mental dulu nih ustadz.”
“Ya sudah, kalau belum siap. nanti kalau udah, Antum bisa hubungi Ana ya”
“Iya Ustadz, insya Allah. Syukron ustadz. Sudah malam. Ana pamit dulu. Assalamu’alaikum.”
“Iyah. Afwan, alaykumsalam”
Farid menjadi lebih bersemangat, setelah curhat pada malam itu, ia semakin bersemangat dalam aktivitasnya, ia mulai menabung dan mempersiapkan ilmu rumah tangga. Setelah beberapa bulan, akhirnya Farid bertemu dengan ustadznya, persis sama dengan malam ketika ia mencurahkan hatinya kepada sang Ustadz. Setelah teman-temannya pulang dalam lingkaran ukhuwah itu, ia mengutarakan maksudnya.
“Ustadz, afwan, Ana insya Allah sekarang sudah siap, tabungan Ana juga sudah cukup sepertinya. Gimana nih ustadz, kapan kira-kira Ana bisa ta’aruf dengan akhwat itu?”
Sang Ustadz kemudian meminum teh hangat di depannya, sambil mengambil nafas dalam-dalam, ia kemudian bercerita,
“Afwan akhi, sepertinya, Ana gak bisa membantu Antum untuk ta’aruf dengan akhwat itu”.
“Loh, memang kenapa Ustadz? Bukannya waktu itu Antum mau membantu Ana ta’aruf dengannya?”
“Iyah Akhi, masalahnya, akhwatnya sudah dikhitbah oleh lelaki lain. Afwan, kabar ini baru Ana dapatkan minggu lalu, dan baru Ana kabarkan ke Antum malam ini.”
Hening… sunyi… malam itu, Farid terdiam, perasaannya tak menentu, kadang ada rasa menyesal, kadang marah, kadang sabar dan pasrah, segalanya membaur dalam hati dan pikirannya.
Malam itu, ia pulang dengan tertunduk. Badannya yang tegap tiap kali melangkah, sekarang terlihat bungkuk dan lemah.
Ia marah, terhadap dirinya, terhadap kehendakNya yang tidak sesuai dengan harapannya. Malam itu, seakan semuanya gelap, ia sudah tidak bisa melihat dengan jernih, emosinya, amarahnya, rasa kesalnya, telah menutupi hati dan pikirannya.
“Sudah kumpul semua nih, afwan, Ana agak terlambat, tadi anak Ana agak sedikit panas, alhamdulillah, sekarang sudah tidur”
“Afwan, ustadz, akh Farid belum datang, sudah Ana sms dan telepon, tapi tidak ada jawaban.”
“Oh gitu, sudah coba cek ke rumahnya?”
“Belum ustadz”
“Thayyib, gak apa-apa, mungkin beliau telat dan ada urusan, kita mulai aja. MC-nya siapa malam ini?”
“MC-nya akh Irsad, khatirul imaniyah akh Rijal, konsumsi biasa, tuan rumah, hehe”
Setelah hampir satu bulan, akh Farid tidak pernah datang dalam halaqah pekanan, pun dalam agenda-agenda rabthul’am, dan dalam agenda-agenda dakwah. Teman-temannya sudah tidak bisa membujuknya, segala cara sudah dilakukan, namun, tetap tiada hasilnya.
akh Farid semakin sulit untuk diajak kembali. Cinta, telah membuatnya buta, dan mundur tanpa berita.
Perbaharui kembali niat kita dalam dakwah ini,Afwan, kalau ada nama-nama yang mirip atau sama, itu hanya permisalan saja.
walaupun cinta kadang datang karena kekaguman,
walaupun cinta kadang menjadi semangat dalam berjuang,
namun, tetapkan cintamu, hanya pada yang Maha Mencintai
Cinta yang mengantarkan kita ke Surga,
Bukan Cinta yang membuat kita mundur tanpa berita,
Bukan cinta karena hawa nafsu semata.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/29/17249/karena-cinta-ia-mundur-tanpa-berita/#ixzz2ZYdbsgzF
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Cinta Bertakbir di UIA
Aku segera menuju kamar mandi untuk berwudhu yang terletak persis di samping kamarku. Perlahan rasa kantukku mulai hilang. Lalu kubangunkan kawan-kawan yang masih terlelap tidur. “Rasyid…Rasyid…bangun! Udah subuh lho.” Rasyid adalah kawan sekamarku, ia berasal dari Kalimantan. Dulu kami satu pesawat waktu berangkat ke Kairo.
Sampai di masjid As Salam waktu iqamah tinggal sepuluh menit lagi, masih ada waktu untuk melaksanakan shalat sunnah fajar pikirku. Seperti biasanya setiap hari Jum’at pagi Syekh Musthafa sang Imam masjid selalu membaca surah As Sajadah. Bacaannya begitu merdu, mirip dengan suara Syekh Misyari Rasyid.
Usai shalat fajar aku bertemu dengan Ustadz Khalid. Setiap kali berjumpa dengannya, ia selalu tersenyum sambil menanyakan kabarku, “Sihat keh?” “Alhamdulillah Ana sehat ustadz, ustadz macam mane?” “Alhamdulillah sihat jawabnya” Ia menyapaku dengan logat melayunya. Ustadz Khalid adalah salah satu mahasiswa S2 di Al Azhar. Ia berasal dari Thailand. Tepatnya di Pattani Thailand Selatan. Mereka juga etnis melayu yang kebanyakan penduduk di sana beragama Islam. Salah satu kebiasaan Ustadz Khalid yang membuatku kagum adalah setiap kali usai melaksanakan shalat jamaah, ia selalu duduk di pojok masjid sambil membaca Al Qur’an. Bahkan terkadang ia juga membawa buku-buku diktat kuliahnya.
Pagi itu merupakan hari terakhir aku di Kairo. Sebab aku sudah menyelesaikan program S1 di Al Azhar di Fakultas Ushuluddin jurusan Hadits. Emak dan Bapak di rumah sudah berpesan padaku jika semua urusan di Kairo sudah selesai untuk segera pulang. Karena memang selama menuntut empat tahun di Kairo aku tak pernah pulang ke tanah air.
Semua barang-barang sudah aku rapikan sejak tadi malam. Semua barang bawaan lumayan banyak ditambah lagi dengan titipan kawan-kawan satu tas penuh. “Ya Robb, semoga aja lolos dalam menimbang barang di bandara nanti, batinku”. Tepat pukul 09:00 pagi kawan-kawanku sudah mulai berdatangan ke rumah untuk mengantar kepulanganku. Tak hanya kawan-kawan dari Indonesia yang datang. Kawan-kawan dari Malaysia dan Thailand yang flatnya tidak jauh dari flatku juga datang.
“Ustadz Faski…masya Allah, bile kite jumpe lagi?” Tanya Akh Morshid yang berasal dari Malaysia. “Insya Allah kite jumpe di KL nanti Akh, sebab Ana nak cari akhwat Malaysia, hehe” ku jawab sambil bercanda. “Iye keh…!” Boleh…boleh…
Sebenarnya aku merasakan sedih luar biasa meninggalkan Kairo. Kampung keduaku. Di sinilah aku menemukan teman-teman luar biasa dari berbagai nusantara dan berbagai belahan dunia. Tapi apalah daya, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Semuanya tak ada yang kekal. Kita semua akan kembali kepada-Nya.
Tapi ada sesuatu yang membuatku masih galau di saat-saat keberangkatanku. Sebenarnya sudah lama aku memendam rasa kepada seorang akhwat. Tapi aku tidak tahu bagaimana harus menyampaikan isi hatiku kepadanya. Jangankan untuk menyampaikan isi hatiku padanya. Aku saja tidak kenal padanya. Apalagi dia, entah kenal entah tidak padaku, seorang mahasiswa biasa yang tak punya prestasi apa-apa.
Yang aku tahu kalau dia adalah seorang mahasiswi yang berasal dari Aceh. Dan sekarang masih tingkat tiga di Fakultas Syari’ah Universitas Al Azhar. Sebenarnya pertama kali aku melihatnya adalah ketika ada acara PPMI, kebetulan waktu itu aku menjadi moderator acara. Tanpa sengaja aku melihatnya duduk manis di bagian depan barisan akhwat. Hatiku langsung bergetar ketika melihatnya.
Awalnya biasa saja, tapi lama-kelamaan rasa hati ini sulit ditahan juga. Ia begitu anggun dengan kerudung biru mudanya. Wajahnya selalu bermain di pikiranku. Sering kali aku berusaha mengusir khayalan itu dengan banyak beristighfar, tapi tetap saja ia selalu hadir.
***
Dua tahun sudah berlalu, aku pun melanjutkan S2 di University Islam Antarabangsa di Kuala Lumpur. Tanpa terasa umurku sudah menginjak 25 tahun. Ini sudah saatnya aku berkeluarga pikirku. Apalagi kondisi Kuala Lumpur yang bisa menggoyahkan imanku. Aku harus segera menikah. Tekadku sudah bulat. Aku langsung menelpon Emak dan Bapak di kampung dan menyampaikan keinginanku.
Alhamdulillah Emak dan Bapak merestui diriku untuk menikah. Tapi sampai saat ini aku belum punya calon. Aku teringat dengan Ustadz Umar guru ngajiku. Kusampaikan niatku pada Ustadz Umar. “Akh Faski…kriteria seperti apa yang Antum inginkan dari istri Antum? Tanya Ustadz Umar”. ”Bagi Ana ustadz, yang paling penting ia komitmen dengan agamanya dan menyejukkan hati jika dipandang.” Oke nanti akan saya carikan akhwat yang sesuai dengan kriteria Antum.
Dua minggu kemudian aku bertemu kembali Ustadz Umar di masjid kampus. Karena Ustadz Umar saat ini mengambil program doktoral di University Islam Antarabangsa. “Akh Faski, Alhamdulillah sudah ada akhwat yang siap, ini biodatanya sambil menyerahkan sebuah amplop yang berisi biodata dan selembar foto si akhwat.
Malamnya aku mengadu kepada Allah sambil shalat Istikharah, aku memohon kepada Allah agar diberikan istri yang terbaik yang bisa diajak untuk berjuang di jalan dakwah. Usai shalat kubuka isi amplop tersebut perlahan-lahan sambil beristighfar. Detak jantungku makin tak karuan penasaran siapa sang bidadari yang siap berlayar di bahtera denganku.
Subhanallah…aku terkejut bukan main. Setelah melihat foto akhwat tersebut. Ternyata ia adalah akhwat Aceh yang pernah singgah di hatiku. Butir-butir kristal tak terasa menetes dari air mataku tanda sebuah kebahagiaan yang luar biasa. Aku merasakan bahwa Allah telah memberikan surprise yang begitu dahsyat untukku.
Namanya Fatiah Sholihah, ternyata setelah lulus dari Al Azhar Fatiah juga melanjutkan di Malaysia. Namun ia kini mengambil jurusan Ekonomi Syari’ah di University Islam Antarabangsa. Tak henti-hentinya lisanku mengucap syukur kepada Allah yang memberikan seorang bidadari cantik dari tanah rencong.
Kini tibalah saatnya masa ta’aruf dan nazhar. Ustadz Umar sudah menjanjikan padaku untuk datang ke rumahnya ba’da Ashar hari ini. Bismillah kulangkahkan kakiku menuju terminal Gombak yang tak jauh dari kampusku. Tepat pukul 16:30 aku sampai di rumah Ustadz Umar. Aku disambut dengan hangat oleh Ustadz Umar dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Satu namanya Muadz dan satu lagi namanya Muawwidz.
Setelah ngobrol asyik dengan Ustadz Umar, tiba-tiba bel pintu ustadz Umar berbunyi. “Tuh, sudah datang ukhti Fatiah-nya”. Fatiah datang bersama istri Ustadz Umar, ia tampak begitu mempesona dengan gamis serta kerudung biru mudanya. Persis seperti pertama kali aku melihatnya di Wisma Nusantara ketika acara PPMI.
Fatiah terkejut ketika pertama melihatku bersama Ustadz Umar. “Kak Faski…!” Tak kusangka ia mengenal namaku. “Fatiah yah? Tanyaku”. “Kok Fatiah kenal nama kakak?”.” Ya Iyalah, kak Faski kan suka nulis di buletin masisir.” “Makanya Fatiah kenal nama kakak.”. “Oh, ternyata kalian berdua sudah pernah ketemu sebelumnya yha di Kairo tanya Ustadz Umar”. “Kebetulan ketemu di acara PPMI Stad…jawabku.”
Akhirnya aku sepakat mengkhitbah Fatiah Sholihat untuk menjadi teman sejati dalam berjuang di jalan dakwah. Aku dan Fatiah sudah komitmen untuk tetap melanjutkan studi di University Islam Antarabangsa. Akhirnya aku berangkat ke Banda Aceh untuk menemui orang tua Fatiah. Sebulan kemudian akhirnya aku menikah dengan Fatiah Sholihah di Banda Aceh.
Walhamdulillah wa syukurillah…
* UIA: Universiti Islam Antarabangsa atau International Islamic University of Malaysia
** Masisir: Mahasiswa Indonesia di Mesir
Terinspirasi saat mengantar kepulangan sahabat di Cairo International Airport
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/10/22251/cinta-bertakbir-di-uia/#ixzz2ZY2O4hib
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan
Judul Buku : Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan
Pengarang : Salim A Fillah
Penerbit : Pro-U Media
Tahun terbit : 2003
Tebal buku : (XII + 240)
Say No to Pacaran
dakwatuna.com - Pacaran, kata yang sangat familiar di kalangan muda-mudi zaman sekarang termasuk di Indonesia. Entah dari mana asal mula kata itu yang pasti di kalangan remaja sekarang ini perilaku pacaran sudah sangat membudaya. Sebelumnya batasan pacaran yang dibicarakan di sini adalah sebuah hubungan khusus yang dijalin antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Perilaku yang dianggap sebagai proses pengenalan terhadap pasangan lawan jenis sudah seperti keharusan di kala beranjak dewasa. Anggapan itu cukup mengotori masa pubertas menuju kedewasaan yang seharusnya bisa diisi dengan hal-hal yang lebih baik.
Dalam Islam tidak dikenal istilah ataupun proses pacaran sebagai sebuah proses pengenalan atau apapun, sebaliknya pacaran adalah sebuah perbuatan yang dilarang dan termasuk zina. Allah berfirman, “Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan keji. Dan jalan yang buruk”. Akan tetapi di Indonesia yang penduduk Islamnya adalah terbesar di dunia pacaran sangat digandrungi dan diminati oleh kalangan remajanya. Sungguh sebuah ironi. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya kuantitas remaja Islam yang ada kurang diimbangi kualitas keislaman yang cukup. Buku yang akan kita bahas ini adalah salah satu bentuk kepedulian penulis terhadap keadaan keislaman yang cukup buruk ditandai dengan maraknya pacaran di antara kaum muda Indonesia.
Adapun bab yang dibahas di buku ini berjumlah 9 bab dengan urutan yang cukup sistematis membawa pembaca ke pemahaman yang lebih baik. Pada dua bab awal yakni ‘Saat Dirimu Hadir” dan “Jujurlah padaku ini cinta atau nafsu?” membahas tentang awal mula bagaimana seseorang bisa terjatuh dalam jurang pacaran. Sebagaimana kita tahu masa-masa remaja atau pubertas adalah masa di mana seseorang terlalu banyak ingin tahu dan sangat labil keadaan psikologisnya. Di masa seperti ini para remaja sangat mudah terpengaruh arus pergaulan lingkungan sekitarnya. Ketika ditempat tinggalnya, lingkungan sekolah, rumah dll dipenuhi contoh-contoh kurang baik seperti pacaran maka akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman terhadap pacaran itu sendiri. Lingkungan membuat seolah pacaran adalah hal wajar sehingga tidak apa untuk dijalani. Untuk itu di masa seperti ini seorang remaja perlu contoh yang baik yang bisa memberikan pandangan yang benar bukan seolah olah benar atau “dibenarkan”.
Pacaran yang sekarang marak dijalani remaja sering dibenarkan dengan alasan Cinta yang selanjutnya dikhususkan lagi menjadi suka sama suka. Alasan cinta sebagai awal dari pacaran perlu untuk dikonfirmasi lagi, apakah benar-benar cinta atau hanya luapan nafsu semata. Kata cinta terlalu suci untuk dikotori dengan proses seperti pacaran yang teknisnya hanya menunjukkan luapan nafsu syahwat masing-masing individu. Cinta yang seharusnya adalah cinta kepada Allah swt. Cinta datang seiring datangnya sebab. Ketika sebab itu hilang maka sedikit demi sedikit akan hilang. Dan ketika sebab cinta kita adalah hal yang abadi yaitu Allah maka selamanya cinta kita akan selalu terjaga. Selain itu, cinta kepada Allah justru akan mengajak kita kearah kebaikan.
Dalam menjalani pacaran biasanya banyak ritual yang dijalani mulai dari pegangan tangan hingga terkadang menjerumus pada hal-hal yang bisa dikatakan “berlebihan”. Tidak sedikit kasus-kasus asusila dan hamil di luar nikah bermula dari status pacaran yang ada. Hal-hal tersebut menunjukkan betapa besarnya kemungkinan seseorang terjerumus ke dalam dosa besar melalui jalan pacaran. Seperti salah satu ayat yang dijelaskan sebelumnya bahwa Allah bukan hanya memerintahkan kita untuk tidak berzina bahkan mendekatinya pun kita dilarang. Dalam Islam bukan hanya pegangan tangan ataupun yang lebih dari itu yang dilarang bahkan kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan kita kepada lawan jenis. Dalam An Nur 30 Allah swt berfirman “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan hendaklah mereka jaga kemaluannya”….
Sudah banyak bukti-bukti yang nyata sebagai efek buruk dari pacaran yang bisa dilihat tapi masih saja banyak yang merasa berani dan “sok” dewasa dengan menjalani pacaran. Kita pasti sering mendengar berbagai macam pembelaan dari orang-orang yang menjalani pacaran. Mereka mungkin berkata bahwa ini adalah sebagai motivasi, penyemangat dll padahal sudah sangat jelas yang hanya patut dijadikan penyemangat hanya Allah swt.
Islam sebenarnya telah mengatur dengan sangat baik seperti apa seharusnya pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan mulai dari bagaimana bergaul sehari-hari hingga proses dalam menuju sebuah hubungan. Rasulullah saw sebagai panutan telah menunjukkan cara-cara interaksi dengan sesama lawan jenis hingga proses menuju sebuah pernikahan dengan menjaga kesucian makna kata “cinta”. Beberapa bagian di akhir buku ini cukup menjelaskan beberapa kisah Rasulullah saw yang bisa diambil pelajaran untuk diterapkan di kehidupan sehari hari.
Buku ini cukup memberi penjelasan dan penerangan ke arah yang baik bagi para pembacanya. Tidak hanya bagi mereka yang sudah pacaran, tapi bagi setiap orang khususnya remaja yang sangat rentan terjerumus pada banyak hal di masa pubertasnya.
“Inilah puasa panjang syahwatku, kekuatan ada pada menahan dan rasa nikmat itu terasa, di waktu buka yang penuh kejutan”. Berikut adalah salah satu kalimat yang terdapat di buku karya Salim A. Fillah ini yang cukup mewakili bagaimana kita seharusnya menahan hingga waktunya datang. Beberapa nikmat yang disediakan Allah sudah ditentukan waktunya untuk dinikmati, jangan sampai kita karena nafsu yang menggebu kehilangan beberapa kenikmatan ketika waktunya datang. Maksudnya di sini adalah biar kan rasa penasaran kita terhadap pacaran kita nikmati setelah perkara pernikahan yang sah, janganlah kita terburu-buru menikmatinya dengan beberapa proses yang salah seperti pacaran.
Kekurangan: Kekurangan di buku ini hanya pada beberapa cerita yang dirasa bahasanya sedikit sulit untuk dimengerti.
Kelebihan: Cara penulis membahas masalah pada buku ini cukup sistematis sehingga mampu membangun alur yang baik bagi pembaca. Selain itu, di sini dimuat cukup cerita sebagai bukti-bukti atau contoh dari penjelasan yang diberikan.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/03/22/29745/nikmatnya-pacaran-setelah-pernikahan/#ixzz2ZY17KSMC
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
My Secret Admirer
“Shobaahul khoir, sholehah…”
dakwatuna.com -
Sms yang kuterima pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya.
Entah siapa pemilik sms itu, tapi yang pasti itu membuatku semangat
untuk menyusun puzzle kehidupanku.
“Ran, sudah kamu tanyakan ke teman-teman siapa yang punya nomor hp ini? Tanyaku pada sahabatku, Rani.
“Sudah aku tanyakan, tapi gak ada yang tahu. Ada yang penasaran banget nih” Godanya sambil tertawa.
“Iihhh… malah godain. Iya nih penasaran.” Jelasku sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal.
“Ya udah gak apa-apa, gak usah di fikirin gitu dong. Anggap saja itu dari secret admirer mu.” Godanya dengan bumbu tawa.
Heemm..
penasaran juga memang. Apakah dia seorang lelaki yang memang
mengagumiku dari jauh dan tidak berani mengungkapkan hanya karena aku
berjilbab lebar? Apakah dia benar-benar my secret admirer? Ah, kok jadi kePDan gini ya.
***
Pagi
berikutnya ku menunggu sms yang selalu mengawali pagiku. Entah kenapa
aku jadi begini. Lama ku menunggu sampai di kampus pun tak kudapatkan
sapaannya.
“Keisya, kok lemes banget. Kenapa, sakit?” Tanya Rani
“Engga.
Cuma aneh aja. Kok pagi ini ga ada sms itu lagi y? Tanyaku penasaran,
padahal seharusnya tak kutanyakan karena Rani pun tak tahu.
“Waaahhh, mood mu sekarang tergantung sama sms itu ya?” Tanya Rani sambil cekikikan
“Ya enggak lah.” Jawabku sambil manyun
“Ya udah, kalo gitu aku saja yang langsung bilang sama sahabatku ini ya.” Jawab Rani dengan kedipan mata
“Huuuuu…” Sorakku memprotes tanda tak setuju.
***
Sms
itu menyapaku di pagi selanjutnya ketika aku baru sampai di kampus.
Senang rasanya sampai tak sadar sahabatku duduk disampingku dan
tersenyum melihat tingkahku.
“Ehm yang dapat sms lagi dari secret admirer mu” Goda Rani sambil menggelitik pinggakku
“Apaan sih.” Jawabku sambil tersenyum
“Ran, nanti malam nginap di rumahku yuk. Sekalian kita kerjakan tugas Bu Mira. Gimana?” Sambungku dengan ajakan
“Oke siap, sholehah.” Jawab Rani disertai godaan yang sedari tadi dilakukannya
***
Tugas
pun menjadi santapan di malam ini. Laptop yang masih menyala, buku
sumber yang berserakan tak mampu menjagaku untuk tidak mengantuk. Jam
menunjukkan pukul 1, sedangkan Rani sudah terlelap 3 jam yang lalu. Ku
raih hp Rani, ku buka beberapa folder dan langsung ku buka aplikasi
permainan Angry Bird sebagai caraku untuk mengusir rasa kantuk
karena tugas belum selesai. Tak lama, akupun segera mengerjakan tugas
kembali disertai ukiran senyum.
***
“Pagi ini dapet smsnya lagi, Kei?” Tanya Rani
“Iya dapet.” Jawabku singkat sambil tersenyum lebar
Ah
sahabatku, maafkan aku. Terlambat aku menyadarinya. Kamulah yang
ternyata selalu menyapa di setiap pagiku setelah aku tahu di draft
hp mu. Kamu lah orang itu. Terimakasih sahabatku sholehah. Semoga kita
selalu dipersatukan dalam indahnya ukhuwah ini sampai ke SurgaNya. UhibbukifiLlah…
“Hei, kok melamun? Senyum sendiri pula. Kenapa?” Tanya Rani penasaran.
“Terima kasih ya, sahabatku.” Ucapku sambil meraih tangannya.
“Semoga persahabatan kita kekal sampai Syurga” Sambungku.
“Iiihhh apaan ini, kok tiba-tiba jadi romantis gitu” ujarnya dengan mengernyitkan dahi.
“Engga. Pengen bilang gitu aja.” Jawabku ringan dan langsung memeluknya.
***
“…
Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun kau
nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka,
takkan bisa kau himpunkan hati mereka. Tetapi Allah-lah yang telah
menyatupadukan mereka…” (Al-Anfal: 63)
***
“Sebentar-sebentar. Apakah kamu mengira aku yang mengirim sms-sms itu?” Tanya Rani dengan mimik penuh rasa ingin tahu.
“Kan kamu my secret admirernya. Iya kan?” Todongku
“Bukan, bukan aku. waahh salah orang nih”
“Tapi semalam aku lihat di draft hp mu ada sms yang sama.” Jelasku dengan polos
“Iya, tapi kan bukan berarti aku yang kirim pesan itu. Aku nulis kata-kata itu di draft sengaja untuk bahan tulisanku.” Jelasnya dengan mimik serius
“Jadi, siapa dong?” tanyaku yang masih penasaran
“Meneketehe” jawabnya singkat sambil tertawa
Tiba-tiba sms masuk kembali menyapa dengan sms sama yang disempurnakan. Padahal Rina tidak sedang memegang hp.
“Shobaahul Khoir, Sholehah.. Aku yakin, engkaulah Bidadari itu.. ^_^”
***
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/07/19/36957/my-secret-admirer/#ixzz2ZY0XNVvQ
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Mentoring, Tak Hanya Sekadar Melingkar
“Sesekali tak apalah saya izin ga ikut mentoring, paling materinya seputar syakhshiyah islamiyah lagi, itu dulu juga sudah saya pelajari di MAN” gumam Rudi, sambil mengetik sms balasan. Singkat saja sms balasannya,
“Maaf kang, saya lagi sakit, ga bisa ke sana”.
Hening.
Setengah jam berlalu HP Rudi berdering. Sebuah sms masuk.
Rudi cekatan membuka inbox.
“Syafaakallaah, cepat sembuh Rud, setelah dirundingkan, kita sepakat tidak jadi mentoring, agenda kita alihkan ke membesuk Rudi :)” sms dari sang mentor mengagetkan Rudi.
Tanpa banyak berpikir, Rudi langsung membeli 4 bungkus mi instan untuk disantap, agar setidaknya terlihat sakit perut.
“Masih ada dua jam lagi sebelum mereka datang”, keluh Rudi.
Benar, tak lama setelah menyantap mi instan + sambel yang dibubuhkan secara tidak normal, Rudi menderita sakit tak tertahankan. Seolah ada yang mengiris-iris ususnya. Kali ini Rudi benar-benar sakit.
Rombongan mentoring datang, mendapati Rudi yang tengah kesakitan. Kang Sigit, Algi, Bina, Toto, Ibam, Aldo, Satria, dan Dudi menggotong tubuh Rudi ke rumah sakit.
Sesampainya di RS. Dokter menengahi kepanikan mereka dengan menambah kepanikan yang lain. Rudi harus dioperasi. Rudi mahasiswa perantauan itu bersikeras agar jangan dilaporkan ke ortunya.
“Untuk masalah biaya RS, Ambil uang tabunganku, ini no pin ATMnya” kata Rudi, serak.
Selama seminggu Rudi terbaring lemah, ditemani teman-teman mentoringnya. Selama seminggu itu juga Rudi ‘diasuh’ mereka bak seorang bayi. Makanan yang membusuk berhari-hari di perut Rudi keluar, dengan ikhlas tetap dibersihkan mereka, sambil muntah-muntah. Seminggu kemudian Rudi diizinkan pulang ke kost. Sudah cukup sehat. Rudi lapar, ga ada uang di dompet. Rudi ke ATM mengambil uang. Ternyata uang tabungannya masih utuh.
Dalam mentoring, kita tak hanya disuguhi materi-materi keislaman, tetapi juga diajarkan soal cinta dan ukhuwah.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Oleh karena itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al-Hujurat 10)
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri” (HR. Bukhari)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/01/18/26940/mentoring-tak-hanya-sekadar-melingkar/#ixzz2ZY0KAPW8
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Tuhan… Apa Aku Jatuh Cinta?
Kemarin ia sempat sedikit pesimis karena urusan tugas akhirnya yang belum jua dapat persetujuan untuk diujikan, padahal batas akhir pendaftaran tinggal hitungan jam. Persis…mungkin aku pun ikut merasakan bagaimana letihnya ia kemaren, dan hari ini aku kembali menanti hasil ujian nya, ditolak kah?? Lulus kah??? ….
Siang berganti malam, Ardi belum juga ada kabar darinya… aku sengaja tak menghubungi untuk bertanya langsung, yah… Ardi mungkin juga tak pernah menyadari bahwa aku sedang menanti ceritanya.
Ahh… Lagi pula siapa aku di matanya?? Aku hanya sosok teman maya yang terlalu kikuk ketika bertemu, teman yang tak begitu pandai menyembunyikan tingkah, atau lebih sengaja menunduk dalam dari pada menatapnya… benar, lagi pula siapa aku…”aku membatin
Malam kian pekat, malam ini aku sedikit terhibur karena tulisan pertamaku terbit di salah satu website. Aku langsung meraih handphoneku dan mulai ingin berbagi kegembiraan padanya bahwa satu lagi impianku terwujud, tapi tiba-tiba aku ingat bahwa Ardi seharian ini belum memberi kabar apa-apa, aku membatalkan ketikan pesan singkat yang baru saja ingin ku kirim.
mengapa aku harus memberi tahu Ardi setiap kesenangan yang aku dapatkan, mengapa aku mencemaskan Ardi sedang mungkin Ardi tak pernah sadar akan keberadaanku, mengapa aku tiba-tiba merasa sedih karena Ardi tak mengabari ku sampai malam begini??”
Ada yang salah…aku yang memang hanya mempercayainya sebagai sahabat laki-laki menjadi tak lagi pandai melihat batas-batas antara kami, aku tak dapat mendefinisikan warna-warni rasa hati. Mungkin terlalu ku bentang toleransi padanya hingga aku terjebak dalam lingkaran imajinasi semu.
Tuhan… apa aku jatuh cinta???
Aku dapat tersenyum hanya dengan satu pesan darinya, padahal sedari dulu aku tak suka menggubris pesan-pesan singkat yang tak jelas.
Tuhan… apa aku jatuh cinta..?
Ketika rasa bahagianya pun dapat melapangkan hatiku, ketika sedihnya pun jadi sedihku. Hhmm… “aku tak ingin jatuh cinta dulu… Tuhan… aku tak ingin ada lagi rasa dan tingkah yang salah…
Terlebih jatuh cinta pada ia yang belum pasti menjadi pendampingku. Dan ketidakjelasan akan terus menggalaukan hati jika tak berani tegas. Iya…atau tidak sama sekali
“Terima kasih atas doa dan semangat nya…” pesan singkat dari Ardi. Ardi akhirnya memberitahuku hasil ujian nya, dan Aku hanya membalas dengan senyum :)
Setidaknya aku menyadari bahwa aku tak ingin jatuh cinta dulu, sedang aku sendiri masih memilih meneruskan impian yang lain.
Semoga tak ada lagi sahabat muslimah yang terlambat mendefinisikan apa-apa yang ia rasa. Toleransi mestilah tak memudarkan batas jelas yang sudah dipahami. Hingga nanti akhirnya cinta utuh hanya untuk belahan jiwa yang berani menjemput di batas waktu ketentuan-NYA…
Bukan berpihak pada ketidakjelasan bersikap, ketidakjelasan rasa…dan terlarut penantian dan tingkah yang sia-sia.
“Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian
Membuka pintu-pintu syaithan”
― Salim A. Fillah
Aku bukan tak ingin jatuh cinta, tapi cinta adalah kejelasan. Iya atau tidak sama sekali.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/18/22968/tuhan-apa-aku-jatuh-cinta/#ixzz2ZXzbgRAb
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Jaga Kehormatan dengan Meninggalkan “Budaya” Pacaran
Judul Buku: Udah Putusin Aja!
Penulis: Felix Y. Siauw
Penerbit: Mizania
Cet/Tahun: III, April 2013.
Tebal: vii + 225 halaman.
ISBN: 978-602-9397-99-4
dakwatuna.com - Pacaran memang sudah membudaya dikalangan remaja sekarang. Tanpa rasa malu mereka memperlihatkan kemesraan di khalayak ramai. Bergandengan tangan hingga berpelukan seolah hal biasa bagi sepasang kekasih yang dilanda cinta. Bagaimana kalau sedang berduaan di tempat tertutup?
Akibatnya, banyak sekali kita dengar para remaja putri yang hamil di luar nikah. Miris memang, tetapi itulah kenyataannya. Kebebasan yang kebablasan. Sehingga remaja-remaja itu kehilangan masa depannya, menikah dini dan dikeluarkan dari sekolah.
Memang maksiat pacaran ini akibatnya sangat mengerikan, khususnya bagi kaum perempuan. Masa depan mereka hancur karena kebebasan mereka dalam berpacaran dengan lawan jenis. Bagi lelaki mungkin akibatnya tak terlalu nampak, berbeda dengan perempuan. Saat hendak menikah, perempuan dilihat dari masa lalunya sedangkan lelaki dilihat dari masa depannya. Jadi siapa yang rugi?
Lewat buku ini, penulis mencoba memberikan solusi dengan mengupas tentang maksiat pacaran di dalam Islam dan bagaimana cara menghindarinya, dengan gaya bahasa ringan, renyah, dan meremaja. Buku ini seolah menjadi “kitab” bagi remaja kini yang sepertinya kekurangan bacaan yang cocok buat dunia anak muda.
Buku ini menjadi yang terlaris sepanjang sejarah penyelenggaraan Islamic Book Fair beberapa waktu lalu, dan hingga kini sudah memasuki cetakan ke tiga semenjak terbit februari lalu.
Buku ini dibuka dengan sebuah email dari seorang gadis kepada penulis, yang intinya menceritakan kegalauan hatinya karena mulai ditinggalkan oleh sang pria, sedangkan ia sudah menyerahkan “mahkota”nya pada sang pacar.
Kejadian-kejadian serupa lainnya juga banyak menimpa remaja-remaja putri kita, tetapi hanya terlisan, dan jutaan lainnya tak pernah terungkap. Sungguh sebuah kenyataan yang pahit bila sudah melakukan perbuatan hina tersebut lalu dicampakkan begitu saja tanpa adanya komitmen ke jenjang pernikahan.
Penulis menganalogikan pacaran adalah semacam rest area atau tempat mampir sesaat saja sedangkan pernikahan dianalogikan sebagai tempat perhentian alias rumah. Mampir di rest area orang tidak perlu komitmen, orang hanya makan, buang hajat, lalu pergi. Tetapi, untuk membuat beli atau pun membuat rumah diperlukan komitmen yang kuat. Itulah mengapa lelaki lebih rindu rumah dari pada tempat mampir. Pertanyaannya, apakah para gadis lebih suka jadi tempat singgah atau rumah perhentian? (hal. 18).
Sebagai manusia biasa memiliki cinta bukanlah sebuah kesalahan, sebab cinta adalah anugerah dari sang pencipta. Justru cintalah yang memanusiakan manusia, mewarnai kehidupan dan menerbitkan harapan.
Islam tidak pernah mengharamkan cinta, Islam mengarahkan cinta agar berjalan pada koridor yang semestinya. Islam mengatur bagaimana menunaikan cinta pada orang tua, cinta kepada saudara seiman, kepada sesama manusia, juga cinta kepada lawan jenis. Bila berbicara cinta dengan lawan jenis, satu-satunya jalan adalah pernikahan bukan dengan pacaran, yang dengan semuanya cinta jadi halal dan penuh keberkahan. (hal. 22).
Sayangnya, banyak remaja sudah terjebak dengan gaya pacaran masyarakat Barat yang umumnya lebih bebas mengekspresikan cinta. Akhirnya cinta tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral dan romantis. Pada kenyataannya, mereka menyamakan cinta dengan hubungan badan alias seks. Padahal, nilai cinta jauh lebih luhur dan suci.
Sebenarnya, aturan Islam sederhana. Bila cinta datangi walinya dan menikah. Islam dengan tegas mengharamkan interaksi lelaki dan wanita yang bukan mahram tanpa ikatan pernikahan. Cinta yang halal jauh lebih indah dari pada cinta yang haram.
Buku ini bisa menjadi solusi dan referensi bacaan bagi mereka dan para remaja yang ingin menjemput jodoh dan masa depan yang lebih cerah. Kombinasi lucu, tegas, cerdas, dan bernas, terangkai apik dalam setiap kalimat, dengan gaya bahasa remaja dan terkadang gaul sehingga kita tidak akan bosan melahap buku ini hingga habis. Dan, kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran lewat buku ini tanpa merasa digurui.
Selamat membaca.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/07/19/36949/jaga-kehormatan-dengan-meninggalkan-budaya-pacaran/#ixzz2ZXyhwQYK
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Cintai Siapa yang Menikahimu…
dakwatuna.com - Sore hari itu aku sedang berada di rumah, dengan kebiasaanku untuk membaca buku disela waktu senggangku. Nada SMS terdengar dari HP ku, sms dari Mbak Vira, ku baca isi pesan singkat tersebut “Na, ikutan belajar Fiqih yuk, besok pagi di rumah akh Farid. ikut ya!!.”
Lantas kujawab “siapa yang ngajar mbak?.”
“Liat aja besok”
“Iya mbak, insya Allah”, jawabku.
Keesokan paginya, aku bersiap-siap untuk memenuhi janjiku mengikuti belajar Fiqih. Sesampainya di rumah akh Farid banyak wajah orang yang tidak ku kenal, karena memang aku orang baru di kota ini. Ustadz Yusran yang mengajar sangat bagus menurutku, beliau menguasai ilmu Fiqih dengan baik. Aku mengikuti proses belajar saat ini dengan baik, semua berjalan apa adanya. Setelah selesai belajar aku pun langsung pulang ke rumah. Pada sore harinya, sms mbak Vira masuk kembali ke HP ku,
“Bagaimana tadi dek?”.
Aku pun membalas “apanya mbak?”
“Bagaimana ustadznya tadi?” balasnya.
“Bagus koq mbak, beliau sangat menguasainya”
Mbak vira menjawab “Jadi bagaimana?”
Tanda tanya besar ada di kepalaku, lirih dalam hatiku “apa maksudnya??”
Tiba-tiba aku termenung dan teringat dengan pernyataan mbak Vira beberapa hari lalu yang ingin menjodohkanku dengan seorang ustadz. Aku pun mulai mengerti arah pikiran mbak Vira.
Hari pun terus berjalan, aktivitas belajar Fiqih tersebut pun terus berjalan dengan lancar walau aku merasa gak safe karena proses perjodohan itu tidak berjalan semestinya, hanya ada wacana kemauan untuk menikah tapi selalu tidak jelas apa yang membuat kemauan itu berakhir dengan kata ketidaksiapan. Semua ini berjalan dalam waktu yang relatif lama, hingga aku pun enjoy dengan semua ini. Interaksi kami sebagai satu tim belajar begitu dekat dan akhirnya rasa cinta itu lahir pada diriku, cinta yang tak tepat karena ia lahir sebelum adanya komitmen kami di depan Allah. Mbak Vira dan suaminya pun terus mengusahakan perjodohan kami.
Ketika aku tersadar akan adanya rasa tersebut, aku pun merasa sangat bersalah. Aku hanya ingin kepastian. Aku sungguh-sungguh berdoa, meminta kepadaNya agar menghadirkan jawaban untuk kepastian akan semua hal ini. Akhirnya satu jawaban dari Allah aku dapatkan, walau berat dari banyak sisi hidupku. Pagi itu aku di panggil atasanku untuk menghadapnya, aku sempat bingung apa salah yang ku perbuat. Pada saat itu atasanku menyampaikan bahwa Aku dipromosikan naik menjadi Kepala Divisi di perusahaanku tapi untuk kantor cabang yang jauh dari kota ini. Aku cukup terkejut dengan hal ini, setelah ku pertimbangkan bersama keluarga besarku aku pun mengambil keputusan untuk menerima Promosi ini, walau berat harus berpisah dengan keluarga dan banyak hal yang telah ku tekuni selama ini. Dan inilah yang ku anggap sebagai Jawaban terbaik dariNya, untuk ketidakpastian yang terjadi selama ini.
Hari-hari baru ku jalani di tempat baru ini, semua ku usahakan dari awal karena aku sendirian di sini. Banyak orang baru yang ku temui, ku coba satu persatu aku jadikan sebagai saudara dan sahabatku karena aku tak memiliki siapapun di sini. Sahabat pun aku dapatkan namanya mbak Siska, baik dan shalih dua sifat yang ku andalkan tuk ku jadikan alasan memilihnya sebagai sahabatku. Ia baik dan sangat mengerti cara berpikirku. Suatu hari mbak Siska menawarkan aku untuk berkenalan (ta’aruf) dengan seorang ikhwan, beliau berharap aku bisa menikah dan menetap di kota ini seterusnya. Aku menanggapi baik niat mbak Siska tersebut. Aku pun di pertemukan dengan ikhwan tersebut, perkenalan pun berjalan sebagaimana mestinya. Namun apa yang kupikirkan di luar prediksi mbak Siska. Ia bertanya
“Bagaimana nana? Cocok?”
“Maaf mbak, nana kurang sreg”, jawabku.
“Gak sreg apanya?”, tanya mbak Siska.
Aku pun terdiam tak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Sesampainya di rumah aku pun terus berpikir dan mencoba merenungi apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa aku menjadi susah mengambil keputusan. Mengapa selalu saja wajah dan kepribadian Ustadz Yusran yang menjadi pembanding ketika aku ingin mengambil keputusan lebih jauh. Aku pun mulai menyadari penyakit hati masih terus bersemayam dalam hatiku, rasa yang harusnya ku redam dan hilangkan karena ia merupakan rasa yang tepat. Aku pun terus memohon ampun kepada Allah dan aku pun meminta jalan keluar dari masalah ini. Aku tak ingin terus berada ‘keterpurukan’, karena aku pahami tak selamanya manusia hidup atas kemauannya tapi kehendak Allah adalah kepastian dan hal yang terbaik untuk hambanya.
Allah pun menjawab gundah hatiku, tiba-tiba suatu pagi aku dipanggil untuk bertemu Pimpinan Kantor cabang, beliau menyatakan karena di Kantor Pusat kekurangan tenaga Kepala Divisi, aku diminta kembali lagi ke Kantor Pusat untuk mengisi kekosongan tersebut. Betapa senangnya aku mendapatkan kabar gembira ini, aku bisa berkumpul dengan keluarga dan sahabat-sahabatku lagi, menekuni banyak kegiatan yang telah ku rintis dulu. Senang rasanya.
Namun tiba-tiba aku termenung bagaimana proses ta’arufku bersama ihsan? Apakah ini jalan untuk mempertemukan aku lagi dengan Ustadz Yusran? Apa yang sedang Allah rekayasa untuk hidupku? Semua pertanyaan tersebut hadir dalam pikiranku.
Keesokan harinya aku bertemu mbak Siska, aku sampaikan tentang rencana kepindahanku dan bagaimana dengan Ihsan karena aku bersedia untuk melanjutkan proses ta’aruf ini. Mbak Siska pun menanyakan ke suaminya untuk mengetahui bagaimana keputusan ihsan. Hasilnya Ihsan yang menyatakan ketidaksiapan, karena di kota ini dia memiliki amanah yang banyak, amanah dakwah dan keluarga, ia tidak siap untuk pindah dan tak mau menghalangiku berkumpul dengan semua keluargaku di kota tersebut. Finally, satu jawaban ku dapatkan dari pertanyaan yang selalu hadir di pikiranku.
Hari itu pun tiba, aku kembali. Aku kembali menekuni begitu banyak aktivitas ku bersama keluarga dan sahabatku. Termasuk komunitas Fiqih yang pernah ku tinggalkan. Entah apa yang ku pikirkan, ingin kembali pada masalah yang sama atau mau mencari masalah baru lagi, ketika aku kembali berinteraksi dengan Ustadz Yusran. Ternyata Mbak Vira tak menyerah, masih saja ingin menjodohkan aku dengan Ustadz Yusran. Tapi kali ini aku tak meresponnya. Aku ingin penyakit hati yang sudah ku redam dan hapus itu tidak kambuh dan datang lagi. Hanya itu, walau rasanya semua begitu berat. Aku hanya memohon rahmatNya untuk memberikan aku jalan keluar terbaik.
Allah pun membahagiakanku, dengan rencanaNya yang sangat indah. Pagi itu aku ke kantor seperti biasa, tiba-tiba aku bertemu Alfan teman kecilku yang sudah lama tak bertemu dan dipertemukan lagi di kota ini. Senang rasanya, bersama sahabatku Desy, aku ajak Alfan makan dan bernostalgia masa kecil kami. Senang rasanya, hari itu begitu menyenangkan. Sebulan pun berlalu tanpa adanya komunikasi antara aku dan Alfan. Tiba-tiba Alfan datang ke orang tuaku mengutarakan maksudnya untuk melamarku, Ayah pun bertanya bagaimana pendapatku. Aku tak siap untuk berpikir panjang, karena aku takut tiba-tiba aku membandingkan Alfan dengan Ustadz Yusran lagi. Aku pun hanya mengatakan “Ayah, seorang suami itu akan menggantikan tanggungjawab seorang ayah bagi anak perempuannya. Kalau ayah yakin bahwa dia adalah laki-laki baik yang siap pundaknya menanggung tanggungjawab ayah selama ini atas Nana, maka terimalah lamarannya. Insya Allah Nana pun yakin Allah dan Ayah memilihkan suami yang terbaik buat Nana, suami yang siap menjaga Nana dan membersamai Nana menuju Ridha dan CintaNya” ayah pun tersenyum. Dan pertemuan keluarga pun terjadi dengan melibatkan para Ustadz dan Ustadzah yang dekat denganku dan Alfan, aku pun di khitbah oleh Alfan. Hasil rapat keluarga pernikahan kami akan dilangsungkan 2 minggu setelah proses khitbah ini. Begitu cepat rasanya, tapi inilah kemudahan dari Allah pikirku.
Aku pun ke rumah mbak Vira untuk silaturahim dan memberikan undangan pernikahanku untuk beliau dan keluarganya serta undangan untuk Ustadz Yusran, karena semua begitu cepat aku pun tak pernah menceritakan perihal pernikahanku kepada mbak Vira. Sebelum aku mengutarakan maksudku, mbak Vira sudah berceloteh panjang, termasuk masalah ustadz Yusran “Na, berbahagialah kamu. Tadi malam mbak dan suami menanyakan kembali tentang kesiapan Ustadz Yusran untuk menikahimu adikku, ya dia bilang siap Insya Allah. Malah si Ustadz bilang atur saja kapan kita akan silaturahim ke rumahnya, untuk bertemu keluarganya” dengan wajah berseri-seri mbak Vira bercerita. Aku pun hanya terdiam, berpikir apakah semua ini benar. Rasa yang pernah ada dulu terjawab dengan niatnya untuk menikahiku. Tiba-tiba aku begitu pusing, bagaimana dengan ini semua? Tiba-tiba aku teringat bahwa aku menyadari rasa cintaku yang dulu pernah ada itu adalah sebuah kesalahan. Komitmenku sekarang “Mencintai siapa yang menikahiku bukan menikah karena mencintai seseorang” Karena mencintai seseorang sebelum adanya Ijab Qabul adalah kesalahan. Ku yakinkan diri, Alfan adalah Pilihan terbaik dari Allah untukku.
“Na, koq diam?” mbak Vira memecah lamunanku.
Dengan tersenyum aku katakan “Nggak apa-apa, koq mbak”.
Aku pun langsung mengutarakan maksud kedatanganku “Mbak maaf ya aku nggak sempat cerita apa-apa, insya Allah ahad ini Nana nikah mbak. Ini undangan buat Mbak dan keluarga, Nana juga nitip ini yah, undangan buat Ustadz Yusran dan teman-teman komunitas Fiqih lainnya, salam ya mbak untuk teman-teman semua”.
Mbak Vira begitu terkejut. Aku menyalami dan memeluknya, kubisikkan ia sesuatu,
“Mbak Jazakillah khairan atas semuanya, selalu doakan Nana ya mbak. Semoga ini adalah yang terbaik bagi Nana dan semua.”
Tak terasa air mataku mengalir dan seberkas senyum pun aku sampaikan. Aku pamit dari rumah mbak Vira, meninggalkannya dengan wajah yang bingung. Dalam hatiku berkata “Tak perlu bingung, inilah Keputusan Allah”.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/17/22355/cintai-siapa-yang-menikahimu/#ixzz2ZXyHM0pb
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Kamis, 18 Juli 2013
Film Islami : Koran By Heart
Salam 'alaykum Warahmatullah... Kawan, bagaimanakah Ramadhan kalian? ini sudah masuk 10 hari terakhir. Sudah sampai juz berapakah tilawahnya? sudah berapa rupiahkah infaqnya (kok dihitung ya. hehe :P )
Alhamdulillah, saya sendiri banyak disibukkan dengan berbagai kesempatan untuk berbagi ilmu di beberapa majelis, dan mengadakan Ramadhan at School, event pesantren kilat di sekolah-sekolah. Ini juga tahun kedua saya mendapat bagian sebagai pemateri dalam bincang Ramadhan di Persatuan FM. Alhamdulillah.
Selain itu, saya sekarang mencoba menyelesaikan target pribadi yang tertunda. yakni tilawah dan hafalan yang keteteran... T_T
btw, soal hafalan, pas iseng main ke blognya salah satu anggota Bloof, eh eh eh dapet rekomendasi film yang luar biasa, judulnya Koran By Heart.
Film dokumenter ini luar biasa. Berkisah tentang tiga bocah usia 10 tahun yang sudah hapal Al Quran (hafidz) lalu ikut kompetisi hafidz di Kairo. Lomba itu diikuti oleh 100 hafidz dari 100 negara. Tiga bocah itu berasal dari Senegal, Maldives, dan Tajikistan (negara bekas wilayah Uni-Sovyet). Walau hafal Al Quran, tidak satu pun dari ketiga bocah itu yang bisa berbahasa Arab.
Selain fokus pada kompetisi di Kairo, film ini juga menceritakan kehidupan ketiga bocah itu di kampungnya. Soal sekolah mereka, cita-cita mereka, atau harapan orang tuanya. Adegan bolak-balik dari Kairo dan di negara mereka masing-masing. Jadi film ini tidak sekadar soal lomba hafidz, tapi juga kehidupan tiga bocah muslim di tiga negara berbeda tersebut.
Yang namanya bocah, tingkah mereka kadang bikin geli. Lucu dan polos. Tapi saat mendengar mereka mulai melantunkan Al Quran... masyaallah.. it's simply beautiful and touching. "Seperti burung bernyanyi," kata seorang hafidz lain di Kairo.
Kayak apa filmnya, saya juga baru mau download. Tapi insya Allah bagus, karena ada rekomendasi dari yang bersangkutan. hehe :)
Meski belum nonton, tapi entah kenapa film ini seperti 'menyindir' generasi dewasa (khususnya saya dalam hal ini) yang merasa malas dan berat menghafalkan Al-Qur'an. Padahal kalamullah ini adalah sebaik-baik perkataan, dan pembela para pembaca, juga pengamalnya di yaumil qiyamah besok. Masihkah kita merasa berat, bahkan hanya untuk menghafal beberapa ayat saja?
bagi yang ingin download, bisa langsung disini :
Sumber : Blog Aksara Fana Kehidupan
Owner : Haena1510
Rabu, 17 Juli 2013
Mari BerGerak
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari)
Ibnul Jauzi mengatakan, ”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat. Apabila terkumpul pada manusia waktu luang dan nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).”
AH?! Betapa aku begitu terpukul ketika membaca kembali sabda Rasul tentang waktu dan kesehatan. Betapa masih jauh sekali rasanya aku dari standar sepuluh muwashoffat yang katanya merupakan kepribadian seorang muslim. Ya, kalau mau muroja'ah kembali apa saja 10 Muwashoffat atau kepribadian seorang Muslim, mungkin memang hafal diluar kepala. Mulai dari aqidah yang lurus, ibadah yang benar, ketangguhan akhaq, kekuatan fisik, memiliki wawasan yang luas, bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu, mampu menununjukkan potensi di dunia kerja, teratur dalam urusan, hingga bermanfaat untuk orang lain.
Yaa.. Hafalan di luar kepala itu tak ada artinya jika tak disertai dengan amal yang nyata! Refleksi bagi diriku sendiri. Ternyata masih begitu jauh ya...?
Yang kutahu, seorang muslim harusnya cerdas mengelola. Mengelola diri sendiri, lingkungan, keluarga, apapun dalam hal kebaikan. Kusadari, betapa waktu ibarat pedang itu memang nyata, benar. Ia dapat menusuk dirimu sendiri jika kau tak pandai menggunakannya. Dan ia bisa menjadi senjata yang menjadikan dirimu lebih kuat. Sedang sekarang, aku coba berkaca kembali, mau seperti apa hidupmu vira? Allah tak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mengupayakannya kan? Maka masih kah kamu terus berdiam diri? TIDAK! Aku harus bangkit. Karena aku seorang muslim. Aku harus Bangkit untuk kembali bergerak! Percuma saja dengan segala urusan umat yang bisa kau selesaikan sedang urusan dirimu sendiri belum tuntas. Itu sama saja akan menjadikan dirimu beban untuk dakwah, vira. Ayo bangkit dan bergerak! Semangat Perbaikan yang kau gembar-gemborkan bukanlah jargon di mulut semata. Bukan sekedar tulisan yang tanpa nyawa.
BERGERAKLAH! Perbaikan itu dimulai dari diri sendiri, dari hal yang terkecil dan dimulai dari SEKARANG!
Catatan Hati, Ervira Rusdhiana
Tuhan Ajariku Mencintaimu Tanpa Jeda
Oleh: Asa G. Lizadi (o^__^o)v Jogjakarta 07.59
Kepadamu yang kurindukan dengan penuh cinta. Lekaslah pulang sayang.
Empat hari terasa berabad ketika engkau tak tampak dalam pandangku.
Kemudian Stasiun Tugu sore ini sepertinya akan terlihat teramat indah,
teramat syahdu, sebab kudapati engkau tersenyum nyata tertuju kepada aku
yang merindukanmu disaat engkau jauh-jauh, maupun disaat engkau
dekat-dekat denganku.
Tuhan yang mengajariku bagaimana aku mencintaimu tanpa jeda, tanpa ujung
dan tanpa musim gugur. Cinta yang Tuhan ajarkan kepadaku hanya seindah
musim semi, seindah pelangi, dan seindah senyummu di pagi hari yang
menyapaku penuh dengan ketulusan, sesejuk embun pagi.
Lekaslah pulang sayang, aku menunggumu dengan senyuman penuh kerinduan, penuh sayang, dan penuh cinta.
Haru Biru Hati Fatimah
Oleh:
Asa G. Lizadi (o^__^o)v
Jogjakarta
17.37
Ini bukan kali pertamanya aku kembali jatuh hati
kepadamu Ali, ini adalah yang beribu kali. Aku mengenalmu telah lama, mungkin
saat aku membuka mata di dunia ini aku telah melihatmu, mengenalmu, dan jatuh
hati padamu. Ya jika memang itu mengungkapkan dan mewakili bahwa aku mengenalmu
dan jatuh hati kepadamu sejak lama. Aku telah mendengar kisahmu yang seperti
pahlawan besar. Menolong Ayah saat ayah dikejar oleh orang-orang yang berniat
jahat dan tak menyukainya. Kau menolong Ayah, menyelamatkan hidup Ayah, padahal
waktu itu kau masih sangat belia. Kisahmu itu seperti pahlawan di mataku Ali,
dan sejak saat itu aku mulai mengagumimu. Kau pahlawanku.
Kau laki-laki
pekerja keras, semua orang tau itu. Dibalik senyummu yang ramah, tawamu yang
riang, dan semua tindak-tandukmu yang lembut bak seorang penyayang ulung.
Kau adalah lelaki tegas dalam mengambil keputusan yang pernah kutau.
Walau kadang aku mengetahui sedikit sisi kekanak-kanakanmu yang tak bisa
kutolerir, sebab benar-benar terlalu dan sudah kurang pantas untuk usiamu yang
memasuki fase dewasa. Seperti bercanda dengan berlebihan bersama sahabatmu,
bahkan sampai bernegosiasi dengan teman yang lain, untuk bertukar piring dengan
makanan yang lebih banyak porsinya dari piringmu. Haha, itu lucu dan kekanak-kanakan
bukan? Aku tak tau kau hanya bercanda atau itu memang benar adanya. Tapi itu
tak enak untuk di pandang Ali. Kau sudah besar, dewasa, dan berwibawa adalah
pilihan yang tepat untukmu saat ini. Aku tidak menghakimimu, aku hanya
mengungkapkan saja apa yang selama ini mengganjal di hatiku. Kau adalah Ali
yang indah, jika ditambah dengan sikap yang berwibawa. Aku tak berdusta.
Tentu aku tau Ali,
saat beribu perempuan mengagumimu. Aku tidak buta, dan aku sadar kau memang
sosok yang pantas untuk dikagumi. Aku tidak pernah cemburu akan hal ini,
mungkin. Bahkan aku akan menjadi pendukungmu jika memang ada salah satu
perempuan dari ribuan yang mengagumimu, yang memang telah Allah jodohkan
denganmu. Ya, walau aku tak tau bagaimana rupaku saat datang di pernikahan
syahdumu kelak.
Oh ya, mengenai
kata cemburu, aku tak memiliki hak apapun untuk sedikit merasakan kata cemburu
itu bukan? Sebab aku memang hanya seorang Fatimah yang mengheningkan cinta
untukmu. Mungkin memang wajar saat cemburu itu datang, sebab rasa ini telah ada
sejak dahulu, namun kembali lagi kepada hakikat semula dalam mencintai.
Sebermula aku jatuh hati kepadamu sebab Allah yang memberikannya di hatiku,
maka jika memang Allah tak menghendaki rasa ini membersamai hidupku. Aku mafhum.
Ali, aku menutupi
rasaku padamu, hingga aku berharap setanpun tak mengetahuinya. Bukankah cinta
ini fitrah, anugrah terindah dari Allah yang harus ku jaga? Maka sejak awal aku
menyadari rasa ini padamu, sejak aku masih kecil, aku akan menjaganya, hingga
bila memang Allah menjodohkanku dengan lelaki lain sebaik engkau Ali, maka rasa
yang telah lama aku heningkan ini dapat kuhapus hingga..., ya, hingga setanpun
tak tau. Namun jika memang Allah menuliskan jodohku di Lauhul mahfudz itu
adalah namamu, syukur tak terperi aku panjatkan selalu pada sang maha pemilik
hati dalam setiap cinta. Syukurku pada Rabbul izzati pemilik setiap rasa di
dalam hati.
Yang kutau Ali,
saat ini, saat aku menjaga hatiku dari rasaku padamu. Rasa itu tumbuh
berkali-kali. Sepertinya musim semi ini, selalu datang lebih lama daripada
musim gugur. Bunga-bunga itu tumbuh, dan harumnya semerbak memenuhi ruang-ruang
kosong dalam hatiku.
Engkau lelaki baik,
solih, dan riang yang pernah ku kenal, semoga engkau pernah mendengar ini ya.
Aku yakin jika jodoh kita yang telah Allah tuliskan di Lauhul Mahfudz tak akan
tertukar. Kelak kita pasti akan bertemu dengan jodoh kita. Ada dua jalan untuk
bertemu. Jalan akhsan dan jalan yang Allah tak menyukainya. Jika kita memilih
jalan akhsan sebagai seorang hamba yang ingin disayang Tuhan, maka jodoh
kitapun seperti pantulan cermin yang berada di depan kita. Ia juga akan memilih
jalan akhsan untuk melepas rindunya dalam ikatan suci pernikahan dengan kita.
Namun sebaliknya juga dengan pilihan memilih jalan yang Allah tak menyukainya.
Kitapun akan dipertemukan dengan jodoh kita dengan cara yang sama saat kita
mencarinya.
Kita pasti akan
bertemu dengan jodoh kita. Tinggal kita memilih jalan mana yang akan kelak kita
lalui. Engkau Ali, aku jatuh hati padamu sedari dulu. Namun sebelum itu aku
telah mencintai Allah lebih dari apapun. Aku percaya, bahwa apa yang Allah
rencanakan untukku adalah yang terbaik. Aku Fatimah, memang jatuh hati padamu,
berkali-kali, namun izinkan aku untuk selalu mengheningkannya. Hingga kelak, biarlah
Allah yang menyampaikannya kepada hati yang tepat. Entah engkau, entah siapa.
The most
inspiration of the silence love.
Fatimah
Azzahra & Ali bin Abi Tholib.