Selasa, 20 Agustus 2013

Menapaki Langkah, Meraih Mimpi

Cerpen | Oleh: Nur insani As Shabir - 20/08/13 | 11:30 | 13 Shawwal 1434 H


dakwatuna.com - Pagi yang indah dengan sinar matahari yang semakin cerah, hiruk pikuk mahasiswa SGI mulai melakukan aktifitasnya, di sebuah ruang sederhana di kamarku kupanjatkan doa kepada sang pengasih seluruh makhluk.
“Robb jika ini yang terbaik untukku maka sabarkanlah aku dalam manghadapai cobaan-Mu ini ya Robb” serasa lembut kurasakan aliran kasih sayang yang di turunkan Tuhan kepadaku,kurasakan kerinduan yang amat sangat kepada pemilik hari ini,tak tarasa beningan-beningan hangat segera saja membasahi pelupuk mataku,”Robb,Ampuni aku ya Robb”jeritku,
Kuselesaikan doa-doaku dan kudapati buku yang sangat kecil,segera saja saya  membuka lantas membaca buku tersebut,sebuah buku bertuliskan Al-ma’surat ,untuk menuntunku dalam membaca dzikir pagi dan sore hari,
“assalamu’alaikum” suara Mba Uchy yang baru saja masuk kedalam kamarku memecahkan konsentrasiku.
“wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarakatuh” jawabku dengan sedikit tersentak.
“abis duha?” tanyanya dengan senyum sumringah
“iya” jawabku dengan simple.
“abis dzikir ketemu didepan ya” ucapnya sambil pergi meninggalkan tempatnya .
“iya..iya…nanti aku menyusul Mba” yakinku pada mba Uchy,
Kembali kulanjutkan lantunan-lantunan dzikirku, bayangan-bayangan aneh yang sedari tadi menghantuiku seketika hilang lebur dalam dzikirku kepada sang khalik.
***
            Ruangan yang sangat kecil yang ada di vaviliun asrama kami memang sangat sederhana namun ada banyak cerita yang mengalir di sana,dari cerita lucu ,sampai dengan cerita yang sedih.
ketika sore hari,mahasiswa sgi yang biasa baru pulang dari kampus melepaskan lelah diruangan ini sambil bercengkrama dengan mahasiswa yang lain,
“duduk  sini!” ajak Mba Uchy padaku
“syukron” jawabku dengan senyum.
Kupandangi wajah Mba Uchy yang sedari tadi menatapku tajam.
“ada apa Mba?” tanyaku memulai percakapan
Dengan nada yang sangat santun Mba Uchy menjawab pertanyaanku,
”Gimana keadaanmu? Sudah baikan atau lagi homesick yah?”
Alhamdulillah Mba aku sudah agak baikan, Namun terkadang masih sering mual pula. Mungkin entar siang aku akan ke RST untuk checkup, Mba mau temani aku kan?Tanyaku lagi.
“Iya entar aku temani kamu kok, yah udah mau istirahat dulu atau dah mau masuk kuliah hari ini?” Sambung Mba Uchy.
”Aku masuk ko”. Jawabku
Kami pun bersegera untuk bersiap-siap menuju kampus SGI.
***
Siang itu Kami berdua melangkahkan kaki untuk menuju ke RST yang berada tepat diseberang jalan depan asrama kami, siang itu saya bermaksud melakukan checkup karena sudah beberapa hari ini kesehatanku sedang terganggu. Mual juga muntah. Setelah akhirnya menunggu lama antrian ditemani Mba Uchy saya pun menuju ruang pemeriksaan, ternyata maagku kumat lagi. Setelah menebus resep dari dokter kami pun bergegas pulang kembali keasrama. Terlihat Mba Uchy sedang sibuk membuatkan bubur untukku.
Yah sudah kamu makan bubur ini saja yah, katanya sambil menyodorkan semangkuk bubur yang telah dibuatkannya untukku itu. Aku kekelas dulu, lanjutnya lagi.
Iya Mba, Terima kasih banyak yah.Maaf Sani sudah merepotkan. Jawabku.
Sudah, sudah kamu istirahat saja dulu, Mba kebawah yah, Assalamu Alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pamit Mba uchy.
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Jawabku membalas salam Mba Uchy..
am hasibtum an tadkhulul jannah walamma ya’tikum matsalu lladzina min kolibum,massathumul ba’saau wa ddarrau wa zul zilu hatta ya kula rrasulu walladzina aamanu ma ahu mataa nasrullahi , alla nasraLlahi korib“ (apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga sedang belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka di timpa oleh mala petaka dan kesengsaraan, serta di goncangkan (dengan macam-macam cobaan) sehingga berkatalah rosul dan orang-orang beriman bersamanya,“bilakah datangnya pertolongan Allah? ingatlah,Sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat,)
Alqur-an surah Al Baqarah ayat 214 menjadi ayat terakhir dalam bacaanku sore itu, ayat yang merupakan salah satu kekuatanku untuk menjalani hidup ini, dalam Ayat ini di nyatakan bahwa sesungghnya tidak Akan masuk surga jika belum diuji coba oleh Allah , jika terkadang saya lalai dan memeberontak mengapa saya harus di takdirkan hidup seperti ini,  ayat ini mengingatkanku kembali betapa  pertolongan Allah itu amatlah dekat,,
***
Di ruangan yang yang amat sederhana itu  seperti biasa, terlihat seorang Wanita yang masih terhanyut dalam lamunannya, hingga seakan dunia adalah bayang –bayang yang tak punya tujuan lebur dalam lamunanya tiap kali dia duduk di sofa Vaviliun sederhana itu, hingga aku menghampirinya. Namanya Mba Sari. Dia adalah satu-satunya penghuni asrama yang sangat betah berlama-lama duduk, bahkan sekedar berkontemplasi didepan laptopnya, yang entah apa yang sedang ia kerjakan.
***
Malam ini adalah malam yang sangat menyedihkan untuk kami karena beberapa orang dari vaviliun kami akan pindah kevaviliun sebelah yaitu Mba Farida, Mba Pur, Mba ELhy. Kamipun berencana untuk makan bersama dan saling bertukaran kado serta masing-masing menulis surat cinta,,malam pun berlalu saya mendapatkan hadiah dan surat cinta perpisahan itu dari Mba Farida..!!!
Bismillahirahmanirahim
Assalamu alaikum wr. Wb
Sahabat, untaian kata tidaklah penting. Diriku tidak pandai beretorika, diriku tidak bisa menyampaikan isi hati secara langsung tapi, aku ingin mengatakan perasaan cintaku pada kalian semua ( ukhibukifillah ya ukthi/aku amencintaimu karena Allah wahai saudaraku), aku rindu akan kebersamaan dengan kalian, kelucuan kalian, kebisingan kalian yang semua dari kalianyang tampil dengan sosok –sosok yang apa adanya tidak palsu, tidak dibuat-buat. Maafkan kesalahan diri ini yang pernah berbuat salah baik disadari maupun tidak disadari karena diri ini hanyalah manusia biasa seutuhnya penuh dengan perbuatan yang salah. Sedih rasanya harus berpisah dengan kalian tapi inilah takdir Allah yang mempertemukan dan memisahkan kita. Mungkin ada yang merasa ini lebay, sotoi, dan sejenisnya. Tapi jujur dari hati yang terdalam aku ingin mengungkapkannya.
To:
  1. 1.      Sunny: Teruslah berjuang menjadi muslimah teladan yang bisa menjadi panutan bagi yang lain, teruslah belajar dari siapapun. Do’akan dan selalu mendo’akan agar kita  selalu istiqomah. Amin
  2. 2.      Sari: Gue Suka gaya Loe. Teruslah begitu Sar dengan muka narsis dan sombong tapi hati tetap lembut yah.
  3. 3.      M’ Darni: Ayo M’ reformasimu sudah berjalan baik, lanjutkan agar lebih baik lagi yah, dan tetaplah optimis apapun yang terjadi jangan cepat putus asa.
  4. 4.      M’ Yusi: Tidurnya dikurangi ya M’ , Gak baik buat kesehatan loh .. dan Kita akan banyak tertinggal jauh jika pagi hari kita sia-siakan dengan tidur.
  5. 5.      M’ Pur: Tetap Cool dan sumringah yah. Kita adalah Saudara yang dapat dan harus saling mengingatkan.
  6. 6.      M’ Ely: Keceriaanmu setiap pagi yang menyuarakan semangat pagi membuatku semakin semangat.Yoo Tetap semangat dan saling mengingatkan.
  7. 7.      M’ Nova: Daya analis dan kritismu M’ membuat menambah ilmu yang belum pernah kudapat.

Ukhuwah itu seutuhnya tentang rindu
yang membuat selalu tak sabar untuk bertemu
Membuat terasa rugi jika tak tebagi
Adalah tentang hati- hati yang terikat,
Tentang do’a-do’a yang saling bertaut
Ia terasa rumit untuk diungkap,
namun nyata dalam kata sederhana
Ia begitu dalam untuk diselami,
Karena ia adalah iman yang berupa makna

I LOVE YOU ALL FRIEND
FARIDA
Memilukan dan menyayat hati ketika harus membaca surat itu, Beningan –beningan air mata mulai jatuh membasahi pipiku.
Hening sejenak hanya tangisan yang terdengar lirih, menandakan betapa kesedihan telah menggerogoti hati kami maing-masing, hingga dadanya terdengar sangat sesak.
***
Sayup-sayup kurasakan desiran  angin seakan meraba persendiaanku, tetesan air wudhu baru saja mengalir dari wajahku, ‘’Ya robb sungguh nikmat anugerah yang engkau berikan”,pikirku dalam hati,
Magrib itu sepulang kuliah , seperti biasa saya menyempatkan diri untuk sholat berjamaah dimesjid, mesjid yang tergolong sangat sederhana namun jam’ah yang lumayan padat menambah semangatku untuk senantiasa selalu sholat berjama’ah di tempat ini.
Kumandang iqomat terdengar dari dalam masjid, segera saja kulangkahkan kaki menuju kedalam mesjid, Shaf terakhir menjadi pilhanku, dan seorang Wanita paruh baya berada di samping kiriku sembari melempar senyum kepadaku ,
Selesai sholat seperti biasanya disertai dengan dzikir lantunan doa kupanjatkan pada sang Khalik , Wanita Paruh baya yang sedari tadi berada di dekatku memulai untuk sedikit berbincang denganku. Sekedar bertanya kabar dan keadaan teman-teman kami yang lain diasrama.
Ibu Mena terus saja menatapku hingga kuputuskan untuk pamit pulang terlebih dahulu., tidak ada yang special dari pertemuan dan perkenalan singkat saya dengan Ibu Mena, namun mambuatku sangat rindu dengan kedua orang tuaku di kampung, tatapannya yang khas seakan memberikan perasaan aneh dalam batinku,,
kembali kutapaki  jalan –jalan menuju asrama,
“Robb aku rindu kebersamaan itu ya Robb,,jeritku dalam hati seiring langkahku yang terus kupacu.
Tak terasa langkahku terhenti pada tempat yang tiap hari menjadi tempat kepulanganku, tentu saja asramaku yang damai dengan penghuni yang ramah.
Entah kenapa rasanya malam ini makanan seakan tidak bersahabat denganku, sejak siang  tadi pun belum ada makanan yang sempat masuk dalam perutku , rasanya ingin berbaring saja namun kusegerakan untuk mandi untuk menyegarkan pikiranku kembali.
Sedari tadi Bayang –bayang ayah dan ibu di kampung terus saja menyelimuti pikiranku,
Dalam baringku, wajah mereka terus saja manghantuiku, partanda betapa rindunya saya pada mereka ,
“Astagfirullah” jeritku dalam heningnya malam.
malam itu aku menghabiskan waktuku untuk bersimpuh di hadapan sang khalik agar perjalananku ditempat ini dapat di mudahkan , lantunan doa-doa haru kian mengiris hatiku ini.
”Ya Allah ya Tuhanku, Ya Rohman Ya Rohim ,berikanlah kasih sayang kepada kedua orang tua hamba “tangisku pecah perasaan lebur dalam doaku.
Sehabis sholat lail,Istirahat menjadi pilihanku, berharap esok Allah akan tetap memberikan kekuatan untuk bisa melaksanakan aktifitas seperti biasa.
***
Alhamdulillah betapa besar kenikmatan yang telah terkecap, maka laiknya kita untuk selalu menggumamkan syukur yang tak terhingga, sehingga semoga rasa syukur ini bisa menjadi aset bagi kita untuk terus meningkatkan kedekatan kita dengan Allah, Habiballah, Muhammad, dan islam, Amin
Tak sangguplah  seorang hamba seperti saya dapat mnghitung anugrah yang di limpahkan Allah kepada hambanya, salah satunya umur dan kesehatan , anugrah yang sangat wajib di syukuri, bukan hanya itu nikmat  persaudaraan yang saya dapatkan di asrama ini merupakan  salah satu anugrah terindah dalam hidupku, canda tawa ,haru dan segala rasa berbaur menjadi satu, dalam dekapan ukhuwah islamiyah, sebuah jalinan persaudaraan yang tumbuh karena iman yang kuat kepada Allah, boleh dikatakan, inilah bentuk hubungan sesama manusia yang paling hakiki. Satu hal yang paling penting ukhuwah tidak akan tumbuh jika belum ada khusnuzan dan berlapang dada kepada saudaranya. Senangtiasa berpikir positif akan menadi bekal minimal untuk mewujudkan sebuah ikatan hati. Oleh karena itu, khusnuzan adalah ikatan yang paling rendah yang mendasari ukhuwah islamiyah. Ditambah dengan kesabaran dan keyakinan kuat akan pertolongan Allah, pasti ukhuwah yang indah itu akan kita temukan. Maka jadilah orang yang sabar, karena Allah menyertai orang-orang yang sabar, dan yakinlah akan pertolongan Allah, karena hanya Allahlah yang bisa memberikan pertolongan itu kepada kita semua, maka yakinlah dengan persaudaraan yang akan terjalin, karena ukhuwah akan terukir di sana.
Yah ditempat inilah aku belajar mengeja alif-ba-ta, Meniti maksud setiap Wahyu-Nya, Kutata Alif-ba-ta Dalam indah taman hatiku, kusiram alif- ba-ta dengan cintaku, hanya satu harapan, Kau tetap mecintaiku Rabb.. (Biarkan aku jadi milik-Mu), Karena aku yakin Allah akan membimbing hambanya yang mengharapkan petunjuk dan cinta-Nya. Allah akan memberikan jalan untuk hambanya yang mau belajar mencintai-Nya.
***
            Seperti biasa subuh itu seisi asrama mulai menjalankan rutinitas  sehari-hari tak terkecuali saya tentunya, sehabis sholat subuh lantunan ayat suci senantiasa keluar dari mulutku.
terdengar Mba Uchy dan Mba Indri melakukan hal yang sama.
“setelah merasa cukup kutetapkan untuk segera mandi dan melanjutkan aktifitas lainnya”



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/20/38280/menapaki-langkah-meraih-mimpi/#ixzz2cZQi0mUI
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Berita untuk Langit


Artikel Lepas | Oleh: Nur insani As Shabir - 20/08/13 | 21:39 | 13 Shawwal 1434 H



dakwatuna.com - Entah kenapa, akhir-akhir ini aku sering menatap kosong. Menatap wajah-wajah yang tak menjelaskan apa-apa, menatap kerlip lampu dan gedung-gedung yang kokoh berjuntai di pinggiran jalan. Menatap realitas yang berjejal-jejal dan tumpang tindih. Semuanya tak memberikan jawab yang punya tanda. Semuanya fana tanpa arti. Kosong yang melompong.

Aku merindukan sesuatu yang tak jelas dan tak punya bahasa, sesuatu yang hilang pada suatu ketika di masa lampau yang tak menyejarah. Dia tiba-tiba berkelabat pada simpang khayal sajak-sajakku, yang juga tak memberi makna juga petanda. Semua berada pada ambang batas yang tak punya batas.

Aku hanya tersenyum -  sebuah senyum terbaik – kepada teman asrama yang berbincang tentang masa depan, sebuah garis yang tak silap. Sebuah sorot yang sedikit janggal dan aneh, tapi aku tetap membungkusnya dengan paras tenang yang memberi sejuk. Sesejuk lapang hatiku pagi itu. Yang juga merona karena kerinduan.

Aku juga sempat menikmati berjalan di atas jalan-jalan asrama yang tak jua reda merekam jejak jengah para mahasiswa SGI. Terasa berat aku angkat patahan jejak itu. Namun ada makna di antara ritme yang aku ayung di antara simpang dengus angin. Sebuah jejak ritme yang mungkin tak semua manusia peduli untuk merasainya. Waktu begitu lambat untuk kita cercai dengan ribuan pongah yang tak punya arti. Toh manusia kini kering akan makna yang tenggelam akan modernitas. Makna itu tenggelam pada arus dan gelombang yang tak punya reda.

Pernah juga, suatu ketika, ayah dan ibuku datang pada hamparan padang tandus yang tak jelas, dia hanya tersenyum menatapku tanpa menjelaskan rindu yang mungkin dia simpan pada sakunya. Dan mimpi itu datang beberapa waktu pada suatu ketika. Dan aku tiba-tiba sangat rindu pada senyuman yang indah itu. Aku rindu memeluknya dan menggenggam tangannya.

Dan rindu sekali waktu memberangus hidup pada tanah lempung realitas. Membuat manusia berhadap-hadapan pada takdir yang tak punya akrab. Tak punya akur. Selalu memberi kabar yang kabur tak jelas, namun pasti. Dan rindu itu  sekali-kali membuat manusia gila.

Perjalanan yang panjang untuk merintis sebuah keinginan menuju keberhasilan yang sederhana. Selalu bertahan untuk mempertahankan keadaan yang sudah tertata dengan rapi dalam setiap langkah yang terayun. Mataku menangis bukan karena terluka tapi karena kerinduan yang tak bisa tertahankan. Perjalanan yang indah hanya bisa terkenang bersama pikiran dalam jiwa Jemari-jemari merambah mengukir kata bermakna dengan hiasan tinta hitam yang membekas Langkah kakipun melangkah dengan irama sendu mencari pengobat rindu yang berlalu bersama belenggu. Melayang selalu beban rindu untuk menelusuri jejak rindu yang pernah bermain bersama perasaan keindahan Segala bentuk sayap-sayap telah tercoba untuk berusaha terbang menjemput mimpi yang indah dalam pikiran orang lain bukan mimpi indah yang tertanam dalam hati nurani. Sembari terbang bersama sayap-sayap kecil mencoba menebarkan rasa rindu di setiap sudut semesta untuk memberi pengobat rasa yang sangat sulit untuk dihentikan. Waktu terus berlalu, hari terus berlari bersama rindu sendu mengejar perasaan dalam jiwa yang tertekan gulita yang tak bernyawa. Hanya satu yang teringinkan…selamatkan hati ini dari kerapuhan yang mulai merasuki kepenatan. Karena jalan pikirku telah terkontaminasi dengan segala beban yang dijalani. 

Bukan hanya satu tapi beribu-ribu cobaan
Untuk yang nun jauh di sana, yang berada di seberang sana, meski kita terpisahkan lautan yang terbentang luas aku bersimpuh berucap doa yang aku tengadahkan. Berharap diri menjadi hilang pada telaga hidup yang semrawut tak karuan. Moga senantiasa Allah mencurahkan nikmat kesehatan dan kebaikan kepada kalian, Allah akan mempertemukan kita kembali dalam waktu yang jauh lebih indah lagi. Meski saat ini raga tak menikmati kebersamaan itu namun yakinlah batin ini selalu tercurahkan untuk kalian orang tuaku, serta keluarga yang menjadi pelita di saat hati tengah gundah dilanda kegersangan, tak ayal banyak janji yang ingin aku persembahkan untuk kalian namun segenap hati telah mengiringkan sejuta harap agar kelak aku bisa menjadi seperti yang kalian inginkan, membuat kalian tersenyum bangga dengan setiap tuturku, perilaku juga tingkahku. Ayah dan ibuku apakah kalian merasakan rindu yang sama?

Ayah dan ibuku…
Betapa banyak kau nyanyikan lagu merdu
saat kujelang tidur jemput mimpi dari harapmu
kau katakan ingat nak hidup matiku hanya untukmu
tersentak kutersadar dari lamunanku akan semua itu

Ayah dan ibuku…
Maafkan anakmu tak patuh turuti maumu
karena ku tak juga bisa wujudkan impianmu
menangis hatiku mengingat semua jasa-jasamu
bahwa hanya kau yang paling mengerti kebaikanku

Ayah dan ibuku…
Baru kusadari akan semua waktu yang berlalu
tak pernah kau menuntut balasan akan ikhlasmu

kutahu di hatimu hanya ingin melihat kebahagiaanku
semoga aku bisa melanjutkan semua cita-cita luhurmu

Ayah dan ibuku, kelak akan aku buktikan pilihanku hari ini adalah jalan yang akan membuat kalian tersenyum lepas bangga penuh makna kepada anakmu ini, bukankah setiap kebaikan itu telah kalian ajarkan kepadaku sedari dulu? Ayah dan ibuku aku bangga bisa memanggil kalian ayah dan ibu.




Selasa, 23 Juli 2013

Mudik Yuuk !!


Doodle (coret coret) lagi!

Ceritanya lagi mudik kemaren. Sebagai pemudik yang normal (mudiknya malah ke Lampung Timur), mestinya perjalanan kami lancar-lancar saja, mengingat jalur yang tidak biasa. Berangkat dini hari , perjalanan santai.

Tapi ternyata yang terjadi agak di luar dugaan. Dini hari berikutnya, mobil kami tertahan di TB, sekitar 20 kilometer dari Kota Bandar Lampung. seharian penuh kami disana, macet tak tertahankan. Masih mending kalo padat merayap, lha ini bener-bener mandeg -___-

Breaking the boredom, Saya minta tolong adek buat ngambil ransel di belakang, trus ngambil sketchbook plus tempat pensil yang isinya alat ATK (Yeah, ATK. gunting, cutter, kuas bahkan lem dan staples pun ada. Sampe dibilang kantong doraemon saya temen-temen :P ) Coret-coret sekitar setengah jam, inking, dan Voila :D



Oke. fine. ini berantakan. mohon maklum ya, nggambarnya di mobil dengan posisi ruang sempit :D

Formasi dari depan, kiri ke kanan :
Depan : Abi & Ummi
Tengah : Ka Dewi anak Pertama , (Gak tahan AC, jadi agak mabok), trus Rahmat, adek nomer 5.. Paling kanan Syafrudin, adek nomor 3.
Belakang : Rani, aku sendiri, Tampak galau. hhe.. trus Nurul (bontot, adek nomer 6), makan potato chips. Gak kuat, jadi buka. Paling kanan, Juni (adek nomer 4) Tidur dengan bantal kesayangan.


Well, hope ya like it :)

Sumber: 554generation.blogspot.com ( Design Bang Zia)

Sabtu, 20 Juli 2013

Antara Kagum dan Suka, Terselip Rasa *C.I.N.T.A*(2)


Episode Dua
Pelangi Ukhuwah
13288150171657437232
Persahabatan itu seperti warna pelangi,.
Setiap warna memiliki keistimewaannya masing-masing,.
Saling mengisi dan memberikan keindahannya tersendiri,.
Begitulah persahabatan,.
***
Waktu mengalir bagaikan sungai, berbisisk sambil mengalir. Diantara celah bebetauan, beriak mendendangkan nyanyian alam. Terus mengalir menghayutkan segala sesuatu yang ada didepannya. Diantara keheningan biru, diantara nyiur lembaian dedaun pepohonan hijau. Diantara  senandung kicau burung di celah ranting-ranting yang berbisik diterpa lembut pelukan angin sepoi, kabut tebal yang mulai menyapa dan semua yang menemani riak demi riak gemuruhnya.
Detik terus bergeming hingga berubah menjadi menit. Menit terus beranjak hingga sampai pada jam. Jam terus berputar hingga berganti hari. Hari terus berlari hingga sampai pada minggu. Minggu terus berlalu dan sampai pada bulan. Dan bulan terus berjalan hingga sampai pada tahun. Begitulah seterusnya, berputar dan terus berputar. Berganti tiada henti. Sampai pada suatu hari dimana waktu akan berhenti dan semua yang telah berlalu dari waktu akan diperlihatkan.
Ya, sekarang aku di sini. Seperti hari-hari yang telah berlalu. Sendiri di batas pesona senja, menatap kemuning jingga senja yang mulai merona dan menjadi saksi saat matahari mulai beranjak pergi. Tidak ada yang spesial di pesona jingga saat ini, hanya saja ada yang berbeda. Senja sore ini, ada rintik hujan yang menemani, meskipun hanya sesaat, tapi ketika rintik itu hilang warna-warni yang melengkung indah mulai menghias keheningan jingga. Mereka sebut itu The Rainbow. Yupzz, Pelangi. Sebuah lukisan Agung Rabb Semesta yang luar biasa. Sekilas namun memberi arti keindahan.
Hemm,. Mengamati pelangi memang asik. Makanya kenapa banyak orang yang  sangat suka dengan pelangi. Ya, karena pelangi memamerkan keindahan dengan keanekaragaman warnanya. Tanpa memerlukan cat atau pewarna, tapi lukisan itu dengan sempurna menjadi warna di bentangan cakrawala. Subhanallah, Maha suci Engkau Ya Rahman.
By the way, kalau berbicara pelangi jadi inget dengan sahabat. Sahabat yang selalu memberi warna di bentangan kehidupan nyata. Menjadi inspirasi, motivasi, solusi dan  bukan polusi. Kehadiran seorang sahabat selalu memberi keindahan tersendiri. Ya, sahabat seperti udara, menyejukkan dan menentramkan jiwa. Seperti air jernih, menghilangkan risau dan galau di hati. seperti warna pelangi, setiap warna memiliki keistimewaannya masing-masing, saling mengisi dan memberikan keindahannya tersendiri. Meskipun kadang-kadang menjengkelkan. Hehe, jadi inget sahabatku yang sekarang sedang berlayar di luasnya samudera ilmu bumi kinanah. Ia memilih untuk belajar disana, sebuah Universitas Isalm tertua di dunia, Al-Azhar University Cairo-Egypt.
Hemm, jadi melayang kesana-sini. This time for browsing. Ya, saatnya terbang ke dunia maya. Untuk bertemu dengan mereka yang jauh di mata, hehe,.. atau membaca berita terhangat dan terbaru di dunia. Seperti biasa, pertama kali yang ku buka adalah jejaring sosial yang mereka sebut facebook. Tapi, sepertinya bukan hanya aku, aku pikir hampir kebanyakan orang ketika mereka berlayar di dunia maya, yang mereka buka terlebih dahulu adalah FB. Sekali lagi sobat, Facebook sudah menyihir kebanyakan orang dengan mantranya. Facebook sepertinya sudah menjadi candu. Ah, apapun itu, semoga penggunanya bisa memanfaatkan FB degan sebaiknya. Termasuk aku. Bukan untuk menipu, memeras, mencaci, menghina, atau apapun itu yang berbau ketidak indahan.
Ku ketik akun FB ku  misami@yahoo.com dan ku tulis faswordnya; **********. Dan terbukalah tampilan profil putih biruku. Ada lima pemberitahuan dan satu pesan. Ku buka isi pesan itu dan ternyata dari Emilia Rizki Muslimah. Seorang sahabat baru di belantara facebook, hehehe lebay.com.
“Assalamu’alaikum ka sam,. Apa kabarnya..?”
Begitu isi pesan darinya yang ku panggil Imah. Dan akupun segera menarikan  jemariku diatas papan keyboard untuk membalas pesan darinya.
“Wa’alaikum salam, Alhamdulillah sehat. Imah sendiri gimana kabarnya?”
Lalu ku klik send, dan terkirimlah.
Selang beberapa menit kemudian, ia pun kembali menjawab.
“Alhamdulillah baik ka. Oh iya ka, saya suka status dan catatannya ka sam. Motivasi,cerpen dan lainnya. Bagus sekali ka, inspiratif. (^_^),, kapan-kapan aku boleh share kan ka..?”
Sepertinya Imah sedang ol di hp. Makanya dia cepat menjawab balasanku.
“Makasih imah,.. ^_^ , ia boleh aja. Insya Allah. Semoga bisa berbagi pengalaman atau ilmu.”
Imah, memang seorang muslimah yang komunikatif. Menurut pengakuannya, ia adalah seorang gadis desa asli dari Sukabumi. Sekarang tinggal di Jakarta. Mahasiswi Fakultas Ekonomi di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Katanya ia ingin menjadi seorang pengusaha muslimah yang sukses. Padahal menurutku ia cocok menjadi seorang guru. Selain komunikatif, ia juga ramah dan aktif. Cukup untuk modal menjadi seorang guru. Hehe, itu hanya asumsiku saja. aku tidak berhak mengatur mimpi orang, apalagi dia baru kenal denganku. Ya, memang baru seminggu aku kenal dengannya, tapi pertemanan ini mengalir begitu saja.
***
Selain FB, tetunya juga aku membuka beberpa situs berita, untuk menambah wawasan dan memperluas pengetahuan. Banyak hal yang bisa didapat di dunia maya. Bagaimana tidak, zaman sekarang segalanya serba mudah. Terlebih lagi dengan fasilitas internet yang mudah didapat. Apapun yang kita ingin tahu mudah dicari. Kita tinggal mengetikkan nama apa yang ingin tahu tentangnya dan biarkan mbah google yang mencari dan menemukannya.
Sedang asiknya membaca berita, tiba-tiba suara chat FBku berbunyi..
“Assalamu’alaikum..”
Dzikra Zahra El-hayah, ternyata dari seorang akhwat yang pekan lalu megirimkan permintaan pertemanan.
“Wa’alaikum salam,.”. Jawabku.
“Syukran sudah di konfirm, salam kenal”.  Ia pun kembali membalas.
“Sama-sama, salam kenal juga.” Tukasku.
Kemudian tanpa sengaja atau memang sengaja tangan ini mengklik namanya, dan tiba-tiba muncullah profil tentangnya.
Namanya Dzikra Zahra El-hayah, ia asli dari Bekasi. Seorang Mahasiswi di Universitas Negri Jakarta Jurusan Sastra Arab. Aktivis juga, dan seorang guru di sebuah Bimbingan Belajar al-quran dan Sunnah Laa Tansa di sebuh komplek elit Bekasi Barat. Hemm, satu lagi pelangi ukhuwah di langit dunia maya.
“Oh iya, saya Sami Ilmi el-Kautsar.. boleh dipanggil Sami.”
Kuperkenalkan diriku, seperti biasanya orang yang baru kenal dengan seseorang. Pasti yang pertama adalah dengan nama. Pepatahpun mengatakan, tak kenal makanya ta’aruf, hehehe.
“Saya Dzikra Zahra el-Hayah, panggil saja Ikra.” Jawabnya biasa.
“Ok ikra.. Oh iya, menurut info di profilnya anti sekarang kuliyah di UNJ ngambil jurusan sastra Arab ya, semester berapa..?” Akupun ingin sedikit tahu tentangnya.
“Iya, Alhamdulillah sekarang sudah semester empat.” Jawabnya datar.
“Ohh, bahasa Arabnya sudah mahir donk..?”. Tukasku.
“Ah, biasa saja. Belum mahir ko… Masih belajar. ^_^. Jawabnya.
“Kaifa idza natakallam bi lughoh ‘arabiyyah (Bagaimana kalau kita ngobrol pake Bahasa Arab)..?” Berusaha lebih mencairkan suasana.
“Anta tastathi’ takallum ‘arabiyyah aidhan (Kamu bisa Bahasa Arab juga)..? aina darasta (dimana belajarnya) ?” Suasana pun mulai mencair.
“Al-hamdulillah, wa lau bi Qolil, hehe.. darastu min shodiqii, huwa yadrus fi al-Qohirah, fi al-Azhar (Alhamdulillah, meskipun  sedikit., saya belajar dari teman, dia sekarang belajar di Universitas Al-Azhar).
Ya meskipun sedikit saja, bisalah bercakap-cakap dan menjawab dengan Bahasa Arab. Ini karena sering chatting sama sahabat yang sekarang sedang belajar di Negri Seribu Menara itu.
“Haqqan (sungguh)…? subhanallah, ma afrahu Qalbi biliqoik (saya senang bertemu denganmu).. wa ‘indi shohib li takallum bi hadizihi lughoh (dan saya punya teman ngobrol dengan bahasa ini).” Sepertinya saat ini dia senang sekali,. Hehehe.. ngarang saja.. lebay.com
“Na’am ukhti (iya ukhti), hehe. Wa ana aidhan (saya juga), tasyarroftu bi liqoik (senang bertemu denganmu). Syukran.” Jawabku, ntah benar ntah salah jawabanku.
“Iya, sama-sama sami. Saya juga senang bisa berkenalan dengan antum. Aktivitas antum sekarang apa?” Tanyanya.
Ah aktivitas saya mah biasa saja, jadi Pengacara alias pengangguran banyak acara, hehe”. Celotehku.
“Ah, antum ini suka merendah githu. Pasti antum ini seorang yang sibuk sekali ya?” Gumamnya.
“Ah ga juga,.. tapi,. ya begitulah, hanya ingin memanfaatkan waktu dengan sebaiknya saja. Ya kalau FB’an mah hanya refresing saja, hehe”. Jawabku lurus.
“Ok lah, yang jelas apapun itu, semoga kita selalu bisa memanfaatkan waktu yang kita miliki. Ikra juga FB’an paling seperlunya saja. Tidak terlalu begitu sering. FB bagi ikra hanya sebatas jejaring dunia maya biasa, tapi ikra ingin memanfaatkan FB ini untuk karya Ikra saja. Ya berharap ada manfaat yang bisa diambil oleh temen-temen Ikra, lebih luasnya untuk publik. ^_^ . Gumamnya dengan lugas.
“Yupzz, betul sekali Ikra. Setuju banget. Untaian kata adalah hal yang luar biasa jika dirangkai dengan sempurna dan memiliki makna. Bukan hanya sekedar mamasang status biasa dan basi, ataupun tidak ada nilainya sama sekali.” Jawabku yakin.
Iya, semoga saja kita terjaga dari perkataan yang sia-sia. Amin. ^_^.  Tukasnya.
“Amin ya Rabb… :).  Balasku.
“Baiklah sami, senang berkenalan dengan antum, saya pamit off dulu.  ila liqo fi furshoh ukhro. Wassalamu’alaikum..” .  Ia pun pamit untuk off.
“Ok ikra, sama-sama. Ma’a salamah, ila liqo.. wa’alaikum salam..”
***
Satu lagi warna pelangi ukhuwah di jingga maya. Seorang muslimah berjilbab rapi. Semoga saja hatinya pun seindah jilbabnya. Hemm, dunia maya… kadang ia mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat. Banyak sekali pertemanan yang abu-abu di dunia maya ini, tapi tidak sedikit pula pertemanan yang sebenarnya. Hanya saja tergantung orang yang menggunakannya. Jika saja jejaring ini digunakan untuk hal yang baik, tentunya akan jauh lebih bermanfaat ketimbang madharatnya. Tapi jika hanya digunakan untuk kesia-siaan maka alangkah sayangnya.
Tapi inilah realitanya sekarang, banyak sekali orang mensalahgunakan fasilitas internet ini. Yang hanya mengikuti hawa nafsunya lebih cenderung kearah yang negative. mereka membuat situs-situs yang tidak bermoral yang bisa merusak moralitas bangsa dan menghancurkan generasinya. Melecehkan dan menghina suatu agama, sehingga terjadi pergesekan diantara mereka, dan banyak lagi. Semoga saja aku tidak termasuk diantara mereka.
Senja sore ini pun, menyisakan kerinduan akan sahabat yang nun jauh disana. Seorang sahabat yang seperti pelangi. Ia mampu memberi keindahan di setiap liku kehidupan. Memberi warna untuk hari yang terjalani. Ia adalah inspirasi nyata untuk diri. Bahkan ia adalah motivator hebat saat diri berada di jurang kegalauan. Ia sempat menyampaikan sederetan kata SEMANGAT sebelum ia berangkat ke negrinya nabi Musa itu;
“Milikilah mimpi hebat dalam hidup. Tentukan tujuan yang ingin diraih. Karena hidup terlalu singkat untuk sebuah kesia-siaan”.

Ya, tunggu aku sobat. Suatu hari nanti aku akan ke sana. Menjemput mimpi yang sempat tertunda.
Hemm,, di batas pesona jingga senja hari ini juga, aku menemukan satu warna pelangi ukhuwah lagi. Seorang muslimah dari kota Bekasi sana. Semoga pelangi ukhuwah ini memberi warna di langit kehidupan. Dan semoga saja ukhuwah ini tidak seperti pelangi yang mudah memudar. Semoga ada banyak hal yang bermanfaat dari setiap pertemanan di belantara dunia yang maya ini. Ya meskipun ada diantara pertemanan yang sama sekali belum pernah aku ketahui. ‘ala kulli hal semoga Allah menjauhkan diri dari segala hawa nafsu yang membelunggu yang menggiring jiwa kedalam kenistaan.
To be Continue,..

Jumat, 19 Juli 2013

Karena Cinta, Ia Mundur Tanpa Berita


Rubrik: Cerpen | Oleh: Fajar Fatahillah - 29/12/11 | 10:30 | 04 Safar 1433 H
Ilustrasi (kawanimut)
dakwatuna.com - “Assalamu’alaikum. Akh, pekan depan bisa ngisi pengajian di majelis taklim mushalla Al-Ikhlas akh? Materinya tentang pentingnya akhlaq dalam pergaulan. Syukron”
“Ya. Insya Allah akh”.
Hampir tiap pekan akh Farid mendapatkan sms atau telepon seperti itu. Dari yang sekedar ngisi kultum sampai menjadi khatib Jum’at. Wajar saja, karena ia kuliah di salah satu kampus syariah ternama di kotanya. Namun tidak hanya itu, ia juga aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya.
“Akh Farid, pekan depan ada pengobatan gratis dan bazzar juga. Tempatnya di dekat rumah Antum. Bisa kan Antum kondisikan dan sekaligus publikasi buat acaranya.”
“Siap akh. Insya Allah. Berapa target pesertanya?”
“Kalau untuk pengobatan 100 orang Akh, kalau bazar mah satu kampung aja Ente ajak, biar laris dagangan kita.. Haha”
“Haha… Oke bro.. Siap laksanakan.. Kalau begitu Ana duluan. Langsung persiapkan strategi nih. Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
Farid bergegas meninggalkan masjid, tubuhnya yang tegap meski sedikit kurus melangkah dengan cepat menuju sepeda motor yang diparkir di halaman. Itu memang sifatnya. Selalu bersegera dalam menyambut amal dakwah.
Ini data ibu-ibu RW 4, ini RW  tetangga, em.. gimana kalau RW tetangga diajak juga biar tambah rame. . Pikir Farid.
Kamar kosnya yang berukuran 3×3 meter itu dipenuhi dengan berkas dan data warga yang sering ikut dalam kegiatan sosial.
Ada juga data peserta majelis taklim rutin di mushalla. Kamar itu seakan menjadi kantor besar yang penuh dengan gagasan dan rencana masa depan. Malam itu, saat teman-teman yang lain sudah pulang dari “lingkaran malam”, Farid berbincang dengan murabbinya.
Semilir angin dingin yang menusuk menemani perbincangan malam itu.
“Afwan, Ustadz, sebenarnya, ada yang ingin Ana sampaikan sama ustadz.”
“Iya, akh, Tafadhal, Ana siap mendengarkan.”
“Sebenarnya sejak beberapa bulan yang lalu, pikiran Ana sedikit terganggu ustadz.
ini mungkin yang menyebabkan kerja-kerja dakwah ini sedikit berkurang.”
“Memangnya, apa yang Antum pikirkan?”
“Dalam setiap agenda-agenda dakwah, Ana selalu bertemu dan bekerja dalam bidang yang sama dengan seorang akhwat. Awalnya sih biasa aja, Ana tetap menjaga hijab dan pergaulan. beliau pun juga demikian sangat menjaga hijab dan pandangannya. Namun lama-lama, entah kenapa, ane selalu menanti-nanti agenda-agenda sosial datang, selalu menanti saat rapat tiba, bahkan kalau belum ada, Ana sendiri yang inisiatif mengadakan agenda. Dan sekarang, pikiran ane jadi aneh ustadz, sering melamun, semangat yang naik turun, dan yang lebih parah lagi, selalu saja ingin bertemu dengan akhwat itu.”
“Antum sedang jatuh cinta akhi..”
“Jatuh cinta?? Apa iyah ini yang namanya cinta ustadz?? Ane hanya kagum aja sama beliau.”
“Iyah, itu cinta, cinta bisa timbul karena rasa kagum. Kalau memang Antum sudah siap, dan berani, Ana bisa bantu akhi”.
“Maksudnya Ustadz??”
“Iya, Ana bantu ta’aruf dengan akhwat itu, daripada Antum galau kayak gini, lebih baik dihalalkan saja”, papar ustadz dengan tegas.
“Aduh, Ana gak berani ustadz, Ana belum siap sepertinya, tabungan Ana aja masih sedikit, Ana masih kuliah sambil ngajar les dan bimbel. Ana masih harus nabung dan siapin mental dulu nih ustadz.”
“Ya sudah, kalau belum siap. nanti kalau udah, Antum bisa hubungi Ana ya”
“Iya Ustadz, insya Allah. Syukron ustadz. Sudah malam. Ana pamit dulu. Assalamu’alaikum.”
“Iyah. Afwan, alaykumsalam”
Farid menjadi lebih bersemangat, setelah curhat pada malam itu, ia semakin bersemangat dalam aktivitasnya, ia mulai menabung dan mempersiapkan ilmu rumah tangga. Setelah beberapa bulan, akhirnya Farid bertemu dengan ustadznya, persis sama dengan malam ketika ia mencurahkan hatinya kepada sang Ustadz. Setelah teman-temannya pulang dalam lingkaran ukhuwah itu, ia mengutarakan maksudnya.
“Ustadz, afwan, Ana insya Allah sekarang sudah siap, tabungan Ana juga sudah cukup sepertinya. Gimana nih ustadz, kapan kira-kira Ana bisa ta’aruf dengan akhwat itu?”
Sang Ustadz kemudian meminum teh hangat di depannya, sambil mengambil nafas dalam-dalam, ia kemudian bercerita,
“Afwan akhi, sepertinya, Ana gak bisa membantu Antum untuk ta’aruf dengan akhwat itu”.
“Loh, memang kenapa Ustadz? Bukannya waktu itu Antum mau membantu Ana ta’aruf dengannya?”
“Iyah Akhi, masalahnya, akhwatnya sudah dikhitbah oleh lelaki lain. Afwan, kabar ini baru Ana dapatkan minggu lalu, dan baru Ana kabarkan ke Antum malam ini.”
Hening… sunyi… malam itu, Farid terdiam, perasaannya tak menentu, kadang ada rasa menyesal, kadang marah, kadang sabar dan pasrah, segalanya membaur dalam hati dan pikirannya.
Malam itu, ia pulang dengan tertunduk. Badannya yang tegap tiap kali melangkah, sekarang terlihat bungkuk dan lemah.
Ia marah, terhadap dirinya, terhadap kehendakNya yang tidak sesuai dengan harapannya. Malam itu, seakan semuanya gelap, ia sudah tidak bisa melihat dengan jernih, emosinya, amarahnya, rasa kesalnya, telah menutupi hati dan pikirannya.
“Sudah kumpul semua nih, afwan, Ana agak terlambat, tadi anak Ana agak sedikit panas, alhamdulillah, sekarang sudah tidur”
“Afwan, ustadz, akh Farid belum datang, sudah Ana sms dan telepon, tapi tidak ada jawaban.”
“Oh gitu, sudah coba cek ke rumahnya?”
“Belum ustadz”
“Thayyib, gak apa-apa, mungkin beliau telat dan ada urusan, kita mulai aja. MC-nya siapa malam ini?”
“MC-nya akh Irsad, khatirul imaniyah akh Rijal, konsumsi biasa, tuan rumah, hehe”
Setelah hampir satu bulan, akh Farid tidak pernah datang dalam halaqah pekanan, pun dalam agenda-agenda rabthul’am, dan dalam agenda-agenda dakwah. Teman-temannya sudah tidak bisa membujuknya, segala cara sudah dilakukan, namun, tetap tiada hasilnya.
akh Farid semakin sulit untuk diajak kembali. Cinta, telah membuatnya buta, dan mundur tanpa berita.
Perbaharui kembali niat kita dalam dakwah ini,
walaupun cinta kadang datang karena kekaguman,
walaupun cinta kadang menjadi semangat dalam berjuang,
namun, tetapkan cintamu, hanya pada yang Maha Mencintai
Cinta yang mengantarkan kita ke Surga,
Bukan Cinta yang membuat kita mundur tanpa berita,
Bukan cinta karena hawa nafsu semata.
Afwan, kalau ada nama-nama yang mirip atau sama, itu hanya permisalan saja.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/29/17249/karena-cinta-ia-mundur-tanpa-berita/#ixzz2ZYdbsgzF
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Cinta Bertakbir di UIA


Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com - Allahu Akbar…Allahu Akbar…suara adzan berkumandang di seantero Kairo. Seiring dengan alarm hape ku yang berbunyi melantunkan nasyid Shoutul Harakah. Alhamdulillah Allah masih membangunkanku subuh ini. Karena memang biasanya musim panas sangat susah untuk bangun subuh. Bayangkan saja waktu masuk shalat fajar saja pukul 03:14 Waktu Cairo.
Aku segera menuju kamar mandi untuk berwudhu yang terletak persis di samping kamarku. Perlahan rasa kantukku mulai hilang. Lalu kubangunkan kawan-kawan yang masih terlelap tidur. “Rasyid…Rasyid…bangun! Udah subuh lho.” Rasyid adalah kawan sekamarku, ia berasal dari Kalimantan. Dulu kami satu pesawat waktu berangkat ke Kairo.
Sampai di masjid As Salam waktu iqamah tinggal sepuluh menit lagi, masih ada waktu untuk melaksanakan shalat sunnah fajar pikirku. Seperti biasanya setiap hari Jum’at pagi Syekh Musthafa sang Imam masjid selalu membaca surah As Sajadah. Bacaannya begitu merdu, mirip dengan suara Syekh Misyari Rasyid.
Usai shalat fajar aku bertemu dengan Ustadz Khalid. Setiap kali berjumpa dengannya, ia selalu tersenyum sambil menanyakan kabarku, “Sihat keh?” “Alhamdulillah Ana sehat ustadz, ustadz macam mane?” “Alhamdulillah sihat jawabnya” Ia menyapaku dengan logat melayunya. Ustadz Khalid adalah salah satu mahasiswa S2 di Al Azhar. Ia berasal dari Thailand. Tepatnya di Pattani Thailand Selatan. Mereka juga etnis melayu yang kebanyakan penduduk di sana beragama Islam. Salah satu kebiasaan Ustadz Khalid yang membuatku kagum adalah setiap kali usai melaksanakan shalat jamaah, ia selalu duduk di pojok masjid sambil membaca Al Qur’an.  Bahkan terkadang ia juga membawa buku-buku diktat kuliahnya.
Pagi itu merupakan hari terakhir aku di Kairo. Sebab aku sudah menyelesaikan program S1 di Al Azhar di Fakultas Ushuluddin jurusan Hadits. Emak dan Bapak di rumah sudah berpesan padaku jika semua urusan di Kairo sudah selesai untuk segera pulang. Karena memang selama menuntut empat tahun di Kairo aku tak pernah pulang ke tanah air.
Semua barang-barang sudah aku rapikan sejak tadi malam. Semua barang bawaan lumayan banyak ditambah lagi dengan titipan kawan-kawan satu tas penuh. “Ya Robb, semoga aja lolos dalam menimbang barang di bandara nanti, batinku”.  Tepat pukul 09:00 pagi kawan-kawanku sudah mulai berdatangan ke rumah untuk mengantar kepulanganku. Tak hanya kawan-kawan dari Indonesia yang datang. Kawan-kawan dari Malaysia dan Thailand yang flatnya tidak jauh dari flatku juga datang.
“Ustadz Faski…masya Allah, bile kite jumpe lagi?” Tanya Akh Morshid yang berasal dari Malaysia. “Insya Allah kite jumpe di KL nanti Akh, sebab Ana nak cari akhwat Malaysia, hehe” ku jawab sambil bercanda. “Iye keh…!” Boleh…boleh…
Sebenarnya aku merasakan sedih luar biasa meninggalkan Kairo. Kampung keduaku. Di sinilah aku menemukan teman-teman luar biasa dari berbagai nusantara dan berbagai belahan dunia. Tapi apalah daya, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Semuanya tak ada yang kekal. Kita semua akan kembali kepada-Nya.
Tapi ada sesuatu yang membuatku masih galau di saat-saat keberangkatanku. Sebenarnya sudah lama aku memendam rasa kepada seorang akhwat. Tapi aku tidak tahu bagaimana harus menyampaikan isi hatiku kepadanya. Jangankan untuk menyampaikan isi hatiku padanya. Aku saja tidak kenal padanya. Apalagi dia, entah kenal entah tidak padaku, seorang mahasiswa biasa yang tak punya prestasi apa-apa.
Yang aku tahu kalau dia adalah seorang mahasiswi yang berasal dari Aceh. Dan sekarang masih tingkat tiga di Fakultas Syari’ah Universitas Al Azhar. Sebenarnya pertama kali aku melihatnya adalah ketika ada acara PPMI, kebetulan waktu itu aku menjadi moderator acara. Tanpa sengaja aku melihatnya duduk manis di bagian depan barisan akhwat. Hatiku langsung bergetar ketika melihatnya.
Awalnya biasa saja, tapi lama-kelamaan rasa hati ini sulit ditahan juga. Ia begitu anggun dengan kerudung biru mudanya. Wajahnya selalu bermain di pikiranku. Sering kali aku berusaha mengusir khayalan itu dengan banyak beristighfar, tapi tetap saja ia selalu hadir.
***
Dua tahun sudah berlalu, aku pun melanjutkan S2 di University Islam Antarabangsa di Kuala Lumpur. Tanpa terasa umurku sudah menginjak 25 tahun. Ini sudah saatnya aku berkeluarga pikirku. Apalagi kondisi Kuala Lumpur yang bisa menggoyahkan imanku. Aku harus segera menikah. Tekadku sudah bulat. Aku langsung menelpon Emak dan Bapak di kampung dan menyampaikan keinginanku.
Alhamdulillah Emak dan Bapak merestui diriku untuk menikah. Tapi sampai saat ini aku belum punya calon. Aku teringat dengan Ustadz Umar guru ngajiku. Kusampaikan niatku pada Ustadz Umar. “Akh Faski…kriteria seperti apa yang Antum inginkan dari istri Antum? Tanya Ustadz Umar”. ”Bagi Ana ustadz, yang paling penting ia komitmen dengan agamanya dan menyejukkan hati jika dipandang.” Oke nanti akan saya carikan akhwat yang sesuai dengan kriteria Antum.
Dua minggu kemudian aku bertemu kembali Ustadz Umar di masjid kampus. Karena Ustadz Umar saat ini mengambil program doktoral di University Islam Antarabangsa. “Akh Faski, Alhamdulillah sudah ada akhwat yang siap, ini biodatanya sambil menyerahkan sebuah amplop yang berisi biodata dan selembar foto si akhwat.
Malamnya aku mengadu kepada Allah sambil shalat Istikharah, aku memohon kepada Allah agar diberikan istri yang terbaik yang bisa diajak untuk berjuang di jalan dakwah. Usai shalat kubuka isi amplop tersebut perlahan-lahan sambil beristighfar. Detak jantungku makin tak karuan penasaran siapa sang bidadari yang siap berlayar di bahtera denganku.
Subhanallah…aku terkejut bukan main. Setelah melihat foto akhwat tersebut. Ternyata ia adalah akhwat Aceh yang pernah singgah di hatiku. Butir-butir kristal tak terasa menetes dari air mataku tanda sebuah kebahagiaan yang luar biasa. Aku merasakan bahwa Allah telah memberikan surprise yang begitu dahsyat untukku.
Namanya Fatiah Sholihah, ternyata setelah lulus dari Al Azhar Fatiah juga melanjutkan di Malaysia. Namun ia kini mengambil jurusan Ekonomi Syari’ah di University Islam Antarabangsa. Tak henti-hentinya lisanku mengucap syukur kepada Allah yang memberikan seorang bidadari cantik dari tanah rencong.
Kini tibalah saatnya masa ta’aruf dan nazhar. Ustadz Umar sudah menjanjikan padaku untuk datang ke rumahnya ba’da Ashar hari ini. Bismillah kulangkahkan kakiku menuju terminal Gombak yang tak jauh dari kampusku. Tepat pukul 16:30 aku sampai di rumah Ustadz Umar. Aku disambut dengan hangat oleh Ustadz Umar dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Satu namanya Muadz dan satu lagi namanya Muawwidz.
Setelah ngobrol asyik dengan Ustadz Umar, tiba-tiba bel pintu ustadz Umar berbunyi. “Tuh, sudah datang ukhti Fatiah-nya”. Fatiah datang bersama istri Ustadz Umar, ia tampak begitu mempesona dengan gamis serta kerudung biru mudanya. Persis seperti pertama kali aku melihatnya di Wisma Nusantara ketika acara PPMI.
Fatiah terkejut ketika pertama melihatku bersama Ustadz Umar. “Kak Faski…!” Tak kusangka ia mengenal namaku. “Fatiah yah? Tanyaku”. “Kok Fatiah kenal nama kakak?”.” Ya Iyalah, kak Faski kan suka nulis di buletin masisir.” “Makanya Fatiah kenal nama kakak.”. “Oh, ternyata kalian berdua sudah pernah ketemu sebelumnya yha di Kairo tanya Ustadz Umar”. “Kebetulan ketemu di acara PPMI Stad…jawabku.”
Akhirnya aku sepakat mengkhitbah Fatiah Sholihat untuk menjadi teman sejati dalam berjuang di jalan dakwah. Aku dan Fatiah sudah komitmen untuk tetap melanjutkan studi di University Islam Antarabangsa. Akhirnya aku berangkat ke Banda Aceh untuk menemui orang tua Fatiah. Sebulan kemudian akhirnya aku menikah dengan Fatiah Sholihah di Banda Aceh.
Walhamdulillah wa syukurillah…

* UIA: Universiti Islam Antarabangsa atau International Islamic University of Malaysia
** Masisir: Mahasiswa Indonesia di Mesir
Terinspirasi saat mengantar kepulangan sahabat di Cairo International Airport

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/10/22251/cinta-bertakbir-di-uia/#ixzz2ZY2O4hib
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan



Judul Buku : Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan
Pengarang : Salim A Fillah
Penerbit : Pro-U Media
Tahun terbit : 2003
Tebal buku : (XII + 240)
Say No to Pacaran
Cover buku "Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan".
Cover buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”.
dakwatuna.com - Pacaran, kata yang sangat familiar di kalangan muda-mudi zaman sekarang termasuk di Indonesia. Entah dari mana asal mula kata itu yang pasti di kalangan remaja sekarang ini perilaku pacaran sudah sangat membudaya. Sebelumnya batasan pacaran yang dibicarakan di sini adalah sebuah hubungan khusus yang dijalin antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Perilaku yang dianggap sebagai proses pengenalan terhadap pasangan lawan jenis sudah seperti keharusan di kala beranjak dewasa. Anggapan itu cukup mengotori masa pubertas menuju kedewasaan yang seharusnya bisa diisi dengan hal-hal yang lebih baik.
Dalam Islam tidak dikenal istilah ataupun proses pacaran sebagai sebuah proses pengenalan atau apapun, sebaliknya pacaran adalah sebuah perbuatan yang dilarang dan termasuk zina. Allah berfirman, “Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan keji. Dan jalan yang buruk”. Akan tetapi di Indonesia yang penduduk Islamnya adalah terbesar di dunia pacaran sangat digandrungi dan diminati oleh kalangan remajanya. Sungguh sebuah ironi. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya kuantitas remaja Islam yang ada kurang diimbangi kualitas keislaman yang cukup. Buku yang akan kita bahas ini adalah salah satu bentuk kepedulian penulis terhadap keadaan keislaman yang cukup buruk ditandai dengan maraknya pacaran di antara kaum muda Indonesia.
Adapun bab yang dibahas di buku ini berjumlah 9 bab dengan urutan yang cukup sistematis membawa pembaca ke pemahaman yang lebih baik. Pada dua bab awal yakni ‘Saat Dirimu Hadir” dan “Jujurlah padaku ini cinta atau nafsu?” membahas tentang awal mula bagaimana seseorang bisa terjatuh dalam jurang pacaran. Sebagaimana kita tahu masa-masa remaja atau pubertas adalah masa di mana seseorang terlalu banyak ingin tahu dan sangat labil keadaan psikologisnya. Di masa seperti ini para remaja sangat mudah terpengaruh arus pergaulan lingkungan sekitarnya. Ketika ditempat tinggalnya, lingkungan sekolah, rumah dll dipenuhi contoh-contoh kurang baik seperti pacaran maka akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman terhadap pacaran itu sendiri. Lingkungan membuat seolah pacaran adalah hal wajar sehingga tidak apa untuk dijalani. Untuk itu di masa seperti ini seorang remaja perlu contoh yang baik yang bisa memberikan pandangan yang benar bukan seolah olah benar atau “dibenarkan”.
Pacaran yang sekarang marak dijalani remaja sering dibenarkan dengan alasan Cinta yang selanjutnya dikhususkan lagi menjadi suka sama suka. Alasan cinta sebagai awal dari pacaran perlu untuk dikonfirmasi lagi, apakah benar-benar cinta atau hanya luapan nafsu semata. Kata cinta terlalu suci untuk dikotori dengan proses seperti pacaran yang teknisnya hanya menunjukkan luapan nafsu syahwat masing-masing individu. Cinta yang seharusnya adalah cinta kepada Allah swt. Cinta datang seiring datangnya sebab. Ketika sebab itu hilang maka sedikit demi sedikit akan hilang. Dan ketika sebab cinta kita adalah hal yang abadi yaitu Allah maka selamanya cinta kita akan selalu terjaga. Selain itu, cinta kepada Allah justru akan mengajak kita kearah kebaikan.
Dalam menjalani pacaran biasanya banyak ritual yang dijalani mulai dari pegangan tangan hingga terkadang menjerumus pada hal-hal yang bisa dikatakan “berlebihan”. Tidak sedikit kasus-kasus asusila dan hamil di luar nikah bermula dari status pacaran yang ada. Hal-hal tersebut menunjukkan betapa besarnya kemungkinan seseorang terjerumus ke dalam dosa besar melalui jalan pacaran. Seperti salah satu ayat yang dijelaskan sebelumnya bahwa Allah bukan hanya memerintahkan kita untuk tidak berzina bahkan mendekatinya pun kita dilarang. Dalam Islam bukan hanya pegangan tangan ataupun yang lebih dari itu yang dilarang bahkan kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan kita kepada lawan jenis. Dalam An Nur 30 Allah swt berfirman “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan hendaklah mereka jaga kemaluannya”….
Sudah banyak bukti-bukti yang nyata sebagai efek buruk dari pacaran yang bisa dilihat tapi masih saja banyak yang merasa berani dan “sok” dewasa dengan menjalani pacaran. Kita pasti sering mendengar berbagai macam pembelaan dari orang-orang yang menjalani pacaran. Mereka mungkin berkata bahwa ini adalah sebagai motivasi, penyemangat dll padahal sudah sangat jelas yang hanya patut dijadikan penyemangat hanya Allah swt.
Islam sebenarnya telah mengatur dengan sangat baik seperti apa seharusnya pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan mulai dari bagaimana bergaul sehari-hari hingga proses dalam menuju sebuah hubungan. Rasulullah saw sebagai panutan telah menunjukkan cara-cara interaksi dengan sesama lawan jenis hingga proses menuju sebuah pernikahan dengan menjaga kesucian makna kata “cinta”. Beberapa bagian di akhir buku ini cukup menjelaskan beberapa kisah Rasulullah saw yang bisa diambil pelajaran untuk diterapkan di kehidupan sehari hari.
Buku ini cukup memberi penjelasan dan penerangan ke arah yang baik bagi para pembacanya. Tidak hanya bagi mereka yang sudah pacaran, tapi bagi setiap orang khususnya remaja yang sangat rentan terjerumus pada banyak hal di masa pubertasnya.
“Inilah puasa panjang syahwatku, kekuatan ada pada menahan dan rasa nikmat itu terasa, di waktu buka yang penuh kejutan”. Berikut adalah salah satu kalimat yang terdapat di buku karya Salim A. Fillah ini yang cukup mewakili bagaimana kita seharusnya menahan hingga waktunya datang. Beberapa nikmat yang disediakan Allah sudah ditentukan waktunya untuk dinikmati, jangan sampai kita karena nafsu yang menggebu kehilangan beberapa kenikmatan ketika waktunya datang. Maksudnya di sini adalah biar kan rasa penasaran kita terhadap pacaran kita nikmati setelah perkara pernikahan yang sah, janganlah kita terburu-buru menikmatinya dengan beberapa proses yang salah seperti pacaran.
Kekurangan: Kekurangan di buku ini hanya pada beberapa cerita yang dirasa bahasanya sedikit sulit untuk dimengerti.
Kelebihan: Cara penulis membahas masalah pada buku ini cukup sistematis sehingga mampu membangun alur yang baik bagi pembaca. Selain itu, di sini dimuat cukup cerita sebagai bukti-bukti atau contoh dari penjelasan yang diberikan.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/03/22/29745/nikmatnya-pacaran-setelah-pernikahan/#ixzz2ZY17KSMC
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

My Secret Admirer


siluet-orang-tanda-tanya1“Shobaahul khoir, sholehah…”
dakwatuna.com - Sms yang kuterima pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Entah siapa pemilik sms itu, tapi yang pasti itu membuatku semangat untuk menyusun puzzle kehidupanku.
“Ran, sudah kamu tanyakan ke teman-teman siapa yang punya nomor hp ini? Tanyaku pada sahabatku, Rani.
“Sudah aku tanyakan, tapi gak ada yang tahu. Ada yang penasaran banget nih” Godanya sambil tertawa.
“Iihhh… malah godain. Iya nih penasaran.” Jelasku sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal.
“Ya udah gak apa-apa, gak usah di fikirin gitu dong. Anggap saja itu dari secret admirer mu.” Godanya dengan bumbu tawa.
Heemm.. penasaran juga memang. Apakah dia seorang lelaki yang memang mengagumiku dari jauh dan tidak berani mengungkapkan hanya karena aku berjilbab lebar? Apakah dia benar-benar my secret admirer? Ah, kok jadi kePDan gini ya.
***
Pagi berikutnya ku menunggu sms yang selalu mengawali pagiku. Entah kenapa aku jadi begini. Lama ku menunggu sampai di kampus pun tak kudapatkan sapaannya.
            “Keisya, kok lemes banget. Kenapa, sakit?” Tanya Rani
“Engga. Cuma aneh aja. Kok pagi ini ga ada sms itu lagi y? Tanyaku penasaran, padahal seharusnya tak kutanyakan karena Rani pun tak tahu.
“Waaahhh, mood mu sekarang tergantung sama sms itu ya?” Tanya Rani sambil cekikikan
“Ya enggak lah.” Jawabku sambil manyun
“Ya udah, kalo gitu aku saja yang langsung bilang sama sahabatku ini ya.” Jawab Rani dengan kedipan mata
“Huuuuu…” Sorakku memprotes tanda tak setuju.
***
Sms itu menyapaku di pagi selanjutnya ketika aku baru sampai di kampus. Senang rasanya sampai tak sadar sahabatku duduk disampingku dan tersenyum melihat tingkahku.
“Ehm yang dapat sms lagi dari secret admirer mu” Goda Rani sambil menggelitik pinggakku
“Apaan sih.” Jawabku sambil tersenyum
“Ran, nanti malam nginap di rumahku yuk. Sekalian kita kerjakan tugas Bu Mira. Gimana?” Sambungku dengan ajakan
“Oke siap, sholehah.” Jawab Rani disertai godaan yang sedari tadi dilakukannya
***
Tugas pun menjadi santapan di malam ini. Laptop yang masih menyala, buku sumber yang berserakan tak mampu menjagaku untuk tidak mengantuk. Jam menunjukkan pukul 1, sedangkan Rani sudah terlelap 3 jam yang lalu. Ku raih hp Rani, ku buka beberapa folder dan langsung ku buka aplikasi permainan Angry Bird sebagai caraku untuk mengusir rasa kantuk karena tugas belum selesai. Tak lama, akupun segera mengerjakan tugas kembali disertai ukiran senyum.
***
            “Pagi ini dapet smsnya lagi, Kei?” Tanya Rani
            “Iya dapet.” Jawabku singkat sambil tersenyum lebar
Ah sahabatku, maafkan aku. Terlambat aku menyadarinya. Kamulah yang ternyata selalu menyapa di setiap pagiku setelah aku tahu di draft hp mu. Kamu lah orang itu. Terimakasih sahabatku sholehah. Semoga kita selalu dipersatukan dalam indahnya ukhuwah ini sampai ke SurgaNya. UhibbukifiLlah…
            “Hei, kok melamun? Senyum sendiri pula. Kenapa?” Tanya Rani penasaran.
            “Terima kasih ya, sahabatku.” Ucapku sambil meraih tangannya.
            “Semoga persahabatan kita kekal sampai Syurga” Sambungku.
“Iiihhh apaan ini, kok tiba-tiba jadi romantis gitu” ujarnya dengan mengernyitkan dahi.
            “Engga. Pengen bilang gitu aja.” Jawabku ringan dan langsung memeluknya.
***
“… Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati mereka, takkan bisa kau himpunkan hati mereka. Tetapi Allah-lah yang telah menyatupadukan mereka…” (Al-Anfal: 63)
***
“Sebentar-sebentar. Apakah kamu mengira aku yang mengirim sms-sms itu?” Tanya Rani dengan mimik penuh rasa ingin tahu.
            “Kan kamu my secret admirernya. Iya kan?” Todongku
            “Bukan, bukan aku. waahh salah orang nih”
            “Tapi semalam aku lihat di draft hp mu ada sms yang sama.” Jelasku dengan polos
“Iya, tapi kan bukan berarti aku yang kirim pesan itu. Aku nulis kata-kata itu di draft sengaja untuk bahan tulisanku.” Jelasnya dengan mimik serius
“Jadi, siapa dong?” tanyaku yang masih penasaran
“Meneketehe” jawabnya singkat sambil tertawa
Tiba-tiba sms masuk kembali menyapa dengan sms sama yang disempurnakan. Padahal Rina tidak sedang memegang hp.
“Shobaahul Khoir, Sholehah.. Aku yakin, engkaulah Bidadari itu.. ^_^”
***

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/07/19/36957/my-secret-admirer/#ixzz2ZY0XNVvQ
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Mentoring, Tak Hanya Sekadar Melingkar


Ilustrasi. (Facebook)
Ilustrasi. (Facebook)
dakwatuna.com - Sore itu, Rudi (bukan nama sebenarnya) seorang mahasiswa tingkat dua salah satu universitas ternama di kota Bandung menerima sebuah sms reminder dari mentornya.
“Sesekali tak apalah saya izin ga ikut mentoring, paling materinya seputar syakhshiyah islamiyah lagi, itu dulu juga sudah saya pelajari di MAN” gumam Rudi, sambil mengetik sms balasan. Singkat saja sms balasannya,
“Maaf kang, saya lagi sakit, ga bisa ke sana”.
Hening.
Setengah jam berlalu HP Rudi berdering. Sebuah sms masuk.
Rudi cekatan membuka inbox.
“Syafaakallaah, cepat sembuh Rud, setelah dirundingkan, kita sepakat tidak jadi mentoring, agenda kita alihkan ke membesuk Rudi :)” sms dari sang mentor mengagetkan Rudi.
Tanpa banyak berpikir, Rudi langsung membeli 4 bungkus mi instan untuk disantap, agar setidaknya terlihat sakit perut.
“Masih ada dua jam lagi sebelum mereka datang”, keluh Rudi.
Benar, tak lama setelah menyantap mi instan + sambel yang dibubuhkan secara tidak normal, Rudi menderita sakit tak tertahankan. Seolah ada yang mengiris-iris ususnya. Kali ini Rudi benar-benar sakit.
Rombongan mentoring datang, mendapati Rudi yang tengah kesakitan. Kang Sigit, Algi, Bina, Toto, Ibam, Aldo, Satria, dan Dudi menggotong tubuh Rudi ke rumah sakit.
Sesampainya di RS. Dokter menengahi kepanikan mereka dengan menambah kepanikan yang lain. Rudi harus dioperasi. Rudi mahasiswa perantauan itu bersikeras agar jangan dilaporkan ke ortunya.
“Untuk masalah biaya RS, Ambil uang tabunganku, ini no pin ATMnya” kata Rudi, serak.
Selama seminggu Rudi terbaring lemah, ditemani teman-teman mentoringnya. Selama seminggu itu juga Rudi ‘diasuh’ mereka bak seorang bayi. Makanan yang membusuk berhari-hari di perut Rudi keluar, dengan ikhlas tetap dibersihkan mereka, sambil muntah-muntah. Seminggu kemudian Rudi diizinkan pulang ke kost. Sudah cukup sehat. Rudi lapar, ga ada uang di dompet. Rudi ke ATM mengambil uang. Ternyata uang tabungannya masih utuh.
Dalam mentoring, kita tak hanya disuguhi materi-materi keislaman, tetapi juga diajarkan soal cinta dan ukhuwah.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Oleh karena itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (QS Al-Hujurat 10)
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri” (HR. Bukhari)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/01/18/26940/mentoring-tak-hanya-sekadar-melingkar/#ixzz2ZY0KAPW8
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Tuhan… Apa Aku Jatuh Cinta?


Ilustrasi (kawanimut)
dakwatuna.com – “Aamiin…”suara ku lirih menyambut untaian doa yang sedari dini hari ku panjatkan dalam hati. Ada kecemasan meliputi, ada berita yang sedang kunanti. Hari ini sahabatku Ardi akan menghadapi ujian akhirnya, ujian penentu kelulusan akan impian nya dari 4 tahun silam.
Kemarin ia sempat sedikit pesimis karena urusan tugas akhirnya yang belum jua dapat persetujuan untuk diujikan, padahal batas akhir pendaftaran tinggal hitungan jam. Persis…mungkin aku pun ikut merasakan bagaimana letihnya ia kemaren, dan hari ini aku kembali menanti hasil ujian nya, ditolak kah?? Lulus kah??? ….
Siang berganti malam, Ardi belum juga ada kabar darinya… aku sengaja tak menghubungi untuk bertanya langsung, yah… Ardi mungkin juga tak pernah menyadari bahwa aku sedang menanti ceritanya.
Ahh… Lagi pula siapa aku di matanya?? Aku hanya sosok teman maya yang terlalu kikuk ketika bertemu, teman yang tak begitu pandai menyembunyikan tingkah, atau lebih sengaja menunduk dalam dari pada menatapnya… benar, lagi pula siapa aku…”aku membatin
Malam kian pekat, malam ini aku sedikit terhibur karena tulisan pertamaku terbit di salah satu website. Aku langsung meraih handphoneku dan mulai ingin berbagi kegembiraan padanya bahwa satu lagi impianku terwujud, tapi tiba-tiba aku ingat bahwa Ardi seharian ini belum memberi kabar apa-apa, aku membatalkan ketikan pesan singkat yang baru saja ingin ku kirim.
mengapa aku harus memberi tahu Ardi setiap kesenangan yang aku dapatkan, mengapa aku mencemaskan Ardi sedang mungkin Ardi tak pernah sadar akan keberadaanku, mengapa aku tiba-tiba merasa sedih karena Ardi tak mengabari ku sampai malam begini??”
Ada yang salah…aku yang memang hanya mempercayainya sebagai sahabat laki-laki menjadi tak lagi pandai melihat batas-batas antara kami, aku tak dapat mendefinisikan warna-warni rasa hati. Mungkin terlalu ku bentang toleransi padanya hingga aku terjebak dalam lingkaran imajinasi semu.
Tuhan… apa aku jatuh cinta???
Aku dapat tersenyum hanya dengan satu pesan darinya, padahal sedari dulu aku tak suka menggubris pesan-pesan singkat yang tak jelas.
Tuhan… apa aku jatuh cinta..?
Ketika rasa bahagianya pun dapat melapangkan hatiku, ketika sedihnya pun jadi sedihku. Hhmm… “aku tak ingin jatuh cinta dulu… Tuhan… aku tak ingin ada lagi rasa dan tingkah yang salah…
Terlebih jatuh cinta pada ia yang belum pasti menjadi pendampingku. Dan ketidakjelasan akan terus menggalaukan hati jika tak berani tegas. Iya…atau tidak sama sekali
 “Terima kasih atas doa dan semangat nya…” pesan singkat dari Ardi. Ardi akhirnya memberitahuku hasil ujian nya, dan Aku hanya membalas dengan senyum :)
Setidaknya aku menyadari bahwa aku tak ingin jatuh cinta dulu, sedang aku sendiri masih memilih meneruskan impian yang lain.
Semoga tak ada lagi sahabat muslimah yang terlambat mendefinisikan apa-apa yang ia rasa. Toleransi mestilah tak memudarkan batas jelas yang sudah dipahami. Hingga nanti akhirnya cinta utuh hanya untuk belahan jiwa yang berani menjemput di batas waktu ketentuan-NYA…
Bukan berpihak pada ketidakjelasan bersikap, ketidakjelasan rasa…dan terlarut penantian dan tingkah yang sia-sia.
“Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian
Membuka pintu-pintu syaithan”
― Salim A. Fillah
Aku bukan tak ingin jatuh cinta, tapi cinta adalah kejelasan. Iya atau tidak sama sekali.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/18/22968/tuhan-apa-aku-jatuh-cinta/#ixzz2ZXzbgRAb
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Jaga Kehormatan dengan Meninggalkan “Budaya” Pacaran



udh
Judul Buku: Udah Putusin Aja!
Penulis: Felix Y. Siauw
Penerbit: Mizania
Cet/Tahun: III,  April 2013.
Tebal: vii + 225 halaman.
ISBN: 978-602-9397-99-4
dakwatuna.com - Pacaran memang sudah membudaya dikalangan remaja sekarang. Tanpa rasa malu mereka memperlihatkan kemesraan di khalayak ramai. Bergandengan tangan hingga berpelukan seolah hal biasa bagi sepasang kekasih yang dilanda cinta. Bagaimana kalau sedang berduaan di tempat tertutup?
Akibatnya, banyak sekali kita dengar para remaja putri yang hamil di luar nikah. Miris memang, tetapi itulah kenyataannya. Kebebasan yang kebablasan. Sehingga remaja-remaja itu kehilangan masa depannya, menikah dini dan dikeluarkan dari sekolah.
Memang maksiat pacaran ini akibatnya sangat mengerikan, khususnya bagi kaum perempuan. Masa depan mereka hancur karena kebebasan mereka dalam berpacaran dengan lawan jenis. Bagi lelaki mungkin akibatnya tak terlalu nampak, berbeda dengan perempuan. Saat hendak menikah, perempuan dilihat dari masa lalunya sedangkan lelaki dilihat dari masa depannya. Jadi siapa yang rugi?
Lewat buku ini, penulis mencoba memberikan solusi dengan  mengupas tentang maksiat pacaran di dalam Islam dan bagaimana cara menghindarinya, dengan gaya bahasa ringan, renyah, dan meremaja. Buku ini seolah menjadi “kitab” bagi remaja kini yang sepertinya kekurangan bacaan yang cocok buat dunia anak muda.
Buku ini menjadi yang terlaris sepanjang sejarah penyelenggaraan Islamic Book Fair beberapa waktu lalu, dan hingga kini sudah memasuki cetakan ke tiga semenjak terbit februari lalu.
Buku ini dibuka dengan sebuah email dari seorang gadis kepada penulis, yang intinya menceritakan kegalauan hatinya karena mulai ditinggalkan oleh sang pria, sedangkan ia sudah menyerahkan “mahkota”nya pada sang pacar.
Kejadian-kejadian serupa lainnya juga banyak menimpa remaja-remaja putri kita, tetapi hanya terlisan, dan jutaan lainnya tak pernah terungkap. Sungguh sebuah kenyataan yang pahit bila sudah melakukan perbuatan hina tersebut lalu dicampakkan begitu saja tanpa adanya komitmen ke jenjang pernikahan.
Penulis menganalogikan pacaran adalah semacam rest area atau tempat mampir sesaat saja sedangkan pernikahan dianalogikan sebagai tempat perhentian alias rumah. Mampir di rest area orang tidak perlu komitmen, orang hanya makan, buang hajat, lalu pergi. Tetapi, untuk membuat beli atau pun membuat rumah diperlukan komitmen yang kuat. Itulah mengapa lelaki lebih rindu rumah dari pada tempat mampir. Pertanyaannya, apakah para gadis lebih suka jadi tempat singgah atau rumah perhentian? (hal. 18).
Sebagai manusia biasa memiliki cinta bukanlah sebuah kesalahan, sebab cinta adalah anugerah dari sang pencipta. Justru cintalah yang memanusiakan manusia, mewarnai kehidupan dan menerbitkan harapan.
Islam tidak pernah mengharamkan cinta, Islam mengarahkan cinta agar berjalan pada koridor yang semestinya. Islam mengatur bagaimana menunaikan cinta pada orang tua, cinta kepada saudara seiman, kepada sesama manusia, juga cinta kepada lawan jenis. Bila berbicara cinta dengan lawan jenis, satu-satunya jalan adalah pernikahan bukan dengan pacaran, yang dengan semuanya cinta jadi halal dan penuh keberkahan. (hal. 22).
Sayangnya, banyak remaja sudah terjebak dengan gaya pacaran masyarakat Barat yang umumnya lebih bebas mengekspresikan cinta. Akhirnya cinta tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral dan romantis. Pada kenyataannya, mereka menyamakan cinta dengan hubungan badan alias seks. Padahal, nilai cinta jauh lebih luhur dan suci.
Sebenarnya, aturan Islam sederhana. Bila cinta datangi walinya dan menikah. Islam dengan tegas mengharamkan interaksi lelaki dan wanita yang bukan mahram tanpa ikatan pernikahan. Cinta yang halal jauh lebih indah dari pada cinta yang haram.
Buku ini bisa menjadi solusi dan referensi bacaan bagi mereka dan para remaja yang ingin menjemput jodoh dan masa depan yang lebih cerah. Kombinasi lucu, tegas, cerdas, dan bernas, terangkai apik dalam setiap kalimat, dengan gaya bahasa remaja dan terkadang gaul sehingga kita tidak akan bosan melahap buku ini hingga habis. Dan, kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran lewat buku ini tanpa merasa digurui.
Selamat membaca.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/07/19/36949/jaga-kehormatan-dengan-meninggalkan-budaya-pacaran/#ixzz2ZXyhwQYK
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Cintai Siapa yang Menikahimu…



Ilustrasi (Danang Kawantoro)
dakwatuna.com - Sore hari itu aku sedang berada di rumah, dengan kebiasaanku untuk membaca buku disela waktu senggangku. Nada SMS terdengar dari HP ku, sms dari Mbak Vira, ku baca isi pesan singkat tersebut “Na, ikutan belajar Fiqih yuk, besok pagi di rumah akh Farid. ikut ya!!.”
Lantas kujawab “siapa yang ngajar mbak?.”
“Liat aja besok”
“Iya mbak, insya Allah”, jawabku.
Keesokan paginya, aku bersiap-siap untuk memenuhi janjiku mengikuti belajar Fiqih. Sesampainya di rumah akh Farid banyak wajah orang yang tidak ku kenal, karena memang aku orang baru di kota ini. Ustadz Yusran yang mengajar sangat bagus menurutku, beliau menguasai ilmu Fiqih dengan baik. Aku mengikuti proses belajar saat ini dengan baik, semua berjalan apa adanya. Setelah selesai belajar aku pun langsung pulang ke rumah. Pada sore harinya, sms mbak Vira masuk kembali ke HP ku,
“Bagaimana tadi dek?”.
Aku pun membalas “apanya mbak?”
“Bagaimana ustadznya tadi?” balasnya.
“Bagus koq mbak, beliau sangat menguasainya”
Mbak vira menjawab “Jadi bagaimana?”
Tanda tanya besar ada di kepalaku, lirih dalam hatiku “apa maksudnya??”
Tiba-tiba aku termenung dan teringat dengan pernyataan mbak Vira beberapa hari lalu yang ingin menjodohkanku dengan seorang ustadz. Aku pun mulai mengerti arah pikiran mbak Vira.
Hari pun terus berjalan, aktivitas belajar Fiqih tersebut pun terus berjalan dengan lancar walau aku merasa gak safe karena proses perjodohan itu tidak berjalan semestinya, hanya ada wacana kemauan untuk menikah tapi selalu tidak jelas apa yang membuat kemauan itu berakhir dengan kata ketidaksiapan. Semua ini berjalan dalam waktu yang relatif lama, hingga aku pun enjoy dengan semua ini. Interaksi kami sebagai satu tim belajar begitu dekat dan akhirnya rasa cinta itu lahir pada diriku, cinta yang tak tepat karena ia lahir sebelum adanya komitmen kami di depan Allah. Mbak Vira dan suaminya pun terus mengusahakan perjodohan kami.
Ketika aku tersadar akan adanya rasa tersebut, aku pun merasa sangat bersalah. Aku hanya ingin kepastian. Aku sungguh-sungguh berdoa, meminta kepadaNya agar menghadirkan jawaban untuk kepastian akan semua hal ini. Akhirnya satu jawaban dari Allah aku dapatkan, walau berat dari banyak sisi hidupku. Pagi itu aku di panggil atasanku untuk menghadapnya, aku sempat bingung apa salah yang ku perbuat. Pada saat itu atasanku menyampaikan bahwa Aku dipromosikan naik menjadi Kepala Divisi di perusahaanku tapi untuk kantor cabang yang jauh dari kota ini. Aku cukup terkejut dengan hal ini, setelah ku pertimbangkan bersama keluarga besarku aku pun mengambil keputusan untuk menerima Promosi ini, walau berat harus berpisah dengan keluarga dan banyak hal yang telah ku tekuni selama ini. Dan inilah yang ku anggap sebagai Jawaban terbaik dariNya, untuk ketidakpastian yang terjadi selama ini.
Hari-hari baru ku jalani di tempat baru ini, semua ku usahakan dari awal karena aku sendirian di sini. Banyak orang baru yang ku temui, ku coba satu persatu aku jadikan sebagai saudara dan sahabatku karena aku tak memiliki siapapun di sini. Sahabat pun aku dapatkan namanya mbak Siska, baik dan shalih dua sifat yang ku andalkan tuk ku jadikan alasan memilihnya sebagai sahabatku. Ia baik dan sangat mengerti cara berpikirku. Suatu hari mbak Siska menawarkan aku untuk berkenalan (ta’aruf) dengan seorang ikhwan, beliau berharap aku bisa menikah dan menetap di kota ini seterusnya. Aku menanggapi baik niat mbak Siska tersebut. Aku pun di pertemukan dengan ikhwan tersebut, perkenalan pun berjalan sebagaimana mestinya. Namun apa yang kupikirkan di luar prediksi mbak Siska. Ia bertanya
“Bagaimana nana? Cocok?”
“Maaf mbak, nana kurang sreg”, jawabku.
“Gak sreg apanya?”, tanya mbak Siska.
Aku pun terdiam tak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Sesampainya di rumah aku pun terus berpikir dan mencoba merenungi apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa aku menjadi susah mengambil keputusan. Mengapa selalu saja wajah dan kepribadian Ustadz Yusran yang menjadi pembanding ketika aku ingin mengambil keputusan lebih jauh. Aku pun mulai menyadari penyakit hati masih terus bersemayam dalam hatiku, rasa yang harusnya ku redam dan hilangkan karena ia merupakan rasa yang tepat. Aku pun terus memohon ampun kepada Allah dan aku pun meminta jalan keluar dari masalah ini. Aku tak ingin terus berada ‘keterpurukan’, karena aku pahami tak selamanya manusia hidup atas kemauannya tapi kehendak Allah adalah kepastian dan hal yang terbaik untuk hambanya.
Allah pun menjawab gundah hatiku, tiba-tiba suatu pagi aku dipanggil untuk bertemu Pimpinan Kantor cabang, beliau menyatakan karena di Kantor Pusat kekurangan tenaga Kepala Divisi, aku diminta kembali lagi ke Kantor Pusat untuk mengisi kekosongan tersebut. Betapa senangnya aku mendapatkan kabar gembira ini, aku bisa berkumpul dengan keluarga dan sahabat-sahabatku lagi, menekuni banyak kegiatan yang telah ku rintis dulu. Senang rasanya.
Namun tiba-tiba aku termenung bagaimana proses ta’arufku bersama ihsan? Apakah ini jalan untuk mempertemukan aku lagi dengan Ustadz Yusran? Apa yang sedang Allah rekayasa untuk hidupku? Semua pertanyaan tersebut hadir dalam pikiranku.
Keesokan harinya aku bertemu mbak Siska, aku sampaikan tentang rencana kepindahanku dan bagaimana dengan Ihsan karena aku bersedia untuk melanjutkan proses ta’aruf ini. Mbak Siska pun menanyakan ke suaminya untuk mengetahui bagaimana keputusan ihsan. Hasilnya Ihsan yang menyatakan ketidaksiapan, karena di kota ini dia memiliki amanah yang banyak, amanah dakwah dan keluarga, ia tidak siap untuk pindah dan tak mau menghalangiku berkumpul dengan semua keluargaku di kota tersebut. Finally, satu jawaban ku dapatkan dari pertanyaan yang selalu hadir di pikiranku.
Hari itu pun tiba, aku kembali. Aku kembali menekuni begitu banyak aktivitas ku bersama keluarga dan sahabatku. Termasuk komunitas Fiqih yang pernah ku tinggalkan. Entah apa yang ku pikirkan, ingin kembali pada masalah yang sama atau mau mencari masalah baru lagi, ketika aku kembali berinteraksi dengan Ustadz Yusran. Ternyata Mbak Vira tak menyerah, masih saja ingin menjodohkan aku dengan Ustadz Yusran. Tapi kali ini aku tak meresponnya. Aku ingin penyakit hati yang sudah ku redam dan hapus itu tidak kambuh dan datang lagi. Hanya itu, walau rasanya semua begitu berat. Aku hanya memohon rahmatNya untuk memberikan aku jalan keluar terbaik.
Allah pun membahagiakanku, dengan rencanaNya yang sangat indah. Pagi itu aku ke kantor seperti biasa, tiba-tiba aku bertemu Alfan teman kecilku yang sudah lama tak bertemu dan dipertemukan lagi di kota ini. Senang rasanya, bersama sahabatku Desy, aku ajak Alfan makan dan bernostalgia masa kecil kami. Senang rasanya, hari itu begitu menyenangkan. Sebulan pun berlalu tanpa adanya komunikasi antara aku dan Alfan. Tiba-tiba Alfan datang ke orang tuaku mengutarakan maksudnya untuk melamarku, Ayah pun bertanya bagaimana pendapatku. Aku tak siap untuk berpikir panjang, karena aku takut tiba-tiba aku membandingkan Alfan dengan Ustadz Yusran lagi. Aku pun hanya mengatakan “Ayah, seorang suami itu akan menggantikan tanggungjawab seorang ayah bagi anak perempuannya. Kalau ayah yakin bahwa dia adalah laki-laki baik yang siap pundaknya menanggung tanggungjawab ayah selama ini atas Nana, maka terimalah lamarannya. Insya Allah Nana pun yakin Allah dan Ayah memilihkan suami yang terbaik buat Nana, suami yang siap menjaga Nana dan membersamai Nana menuju Ridha dan CintaNya” ayah pun tersenyum. Dan pertemuan keluarga pun terjadi dengan melibatkan para Ustadz dan Ustadzah yang dekat denganku dan Alfan, aku pun di khitbah oleh Alfan. Hasil rapat keluarga pernikahan kami akan dilangsungkan 2 minggu setelah proses khitbah ini. Begitu cepat rasanya, tapi inilah kemudahan dari Allah pikirku.
Aku pun ke rumah mbak Vira untuk silaturahim dan memberikan undangan pernikahanku untuk beliau dan keluarganya serta undangan untuk Ustadz Yusran, karena semua begitu cepat aku pun tak pernah menceritakan perihal pernikahanku kepada mbak Vira. Sebelum aku mengutarakan maksudku, mbak Vira sudah berceloteh panjang, termasuk masalah ustadz Yusran “Na, berbahagialah kamu. Tadi malam mbak dan suami menanyakan kembali tentang kesiapan Ustadz Yusran untuk menikahimu adikku, ya dia bilang siap Insya Allah. Malah si Ustadz bilang atur saja kapan kita akan silaturahim ke rumahnya, untuk bertemu keluarganya” dengan wajah berseri-seri mbak Vira bercerita. Aku pun hanya terdiam, berpikir apakah semua ini benar. Rasa yang pernah ada dulu terjawab dengan niatnya untuk menikahiku. Tiba-tiba aku begitu pusing, bagaimana dengan ini semua? Tiba-tiba aku teringat bahwa aku menyadari rasa cintaku yang dulu pernah ada itu adalah sebuah kesalahan. Komitmenku sekarang “Mencintai siapa yang menikahiku bukan menikah karena mencintai seseorang” Karena mencintai seseorang sebelum adanya Ijab Qabul adalah kesalahan. Ku yakinkan diri, Alfan adalah Pilihan terbaik dari Allah untukku.
“Na, koq diam?” mbak Vira memecah lamunanku.
Dengan tersenyum aku katakan “Nggak apa-apa, koq mbak”.
Aku pun langsung mengutarakan maksud kedatanganku “Mbak maaf ya aku nggak sempat cerita apa-apa, insya Allah ahad ini Nana nikah mbak. Ini undangan buat Mbak dan keluarga, Nana juga nitip ini yah, undangan buat Ustadz Yusran dan teman-teman komunitas Fiqih lainnya, salam ya mbak untuk teman-teman semua”.
Mbak Vira begitu terkejut. Aku menyalami dan memeluknya, kubisikkan ia sesuatu,
“Mbak Jazakillah khairan atas semuanya, selalu doakan Nana ya mbak. Semoga ini adalah yang terbaik bagi Nana dan semua.”
Tak terasa air mataku mengalir dan seberkas senyum pun aku sampaikan. Aku pamit dari rumah mbak Vira, meninggalkannya dengan wajah yang bingung. Dalam hatiku berkata “Tak perlu bingung, inilah Keputusan Allah”.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/17/22355/cintai-siapa-yang-menikahimu/#ixzz2ZXyHM0pb
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook