Selasa, 20 Agustus 2013

Berita untuk Langit


Artikel Lepas | Oleh: Nur insani As Shabir - 20/08/13 | 21:39 | 13 Shawwal 1434 H



dakwatuna.com - Entah kenapa, akhir-akhir ini aku sering menatap kosong. Menatap wajah-wajah yang tak menjelaskan apa-apa, menatap kerlip lampu dan gedung-gedung yang kokoh berjuntai di pinggiran jalan. Menatap realitas yang berjejal-jejal dan tumpang tindih. Semuanya tak memberikan jawab yang punya tanda. Semuanya fana tanpa arti. Kosong yang melompong.

Aku merindukan sesuatu yang tak jelas dan tak punya bahasa, sesuatu yang hilang pada suatu ketika di masa lampau yang tak menyejarah. Dia tiba-tiba berkelabat pada simpang khayal sajak-sajakku, yang juga tak memberi makna juga petanda. Semua berada pada ambang batas yang tak punya batas.

Aku hanya tersenyum -  sebuah senyum terbaik – kepada teman asrama yang berbincang tentang masa depan, sebuah garis yang tak silap. Sebuah sorot yang sedikit janggal dan aneh, tapi aku tetap membungkusnya dengan paras tenang yang memberi sejuk. Sesejuk lapang hatiku pagi itu. Yang juga merona karena kerinduan.

Aku juga sempat menikmati berjalan di atas jalan-jalan asrama yang tak jua reda merekam jejak jengah para mahasiswa SGI. Terasa berat aku angkat patahan jejak itu. Namun ada makna di antara ritme yang aku ayung di antara simpang dengus angin. Sebuah jejak ritme yang mungkin tak semua manusia peduli untuk merasainya. Waktu begitu lambat untuk kita cercai dengan ribuan pongah yang tak punya arti. Toh manusia kini kering akan makna yang tenggelam akan modernitas. Makna itu tenggelam pada arus dan gelombang yang tak punya reda.

Pernah juga, suatu ketika, ayah dan ibuku datang pada hamparan padang tandus yang tak jelas, dia hanya tersenyum menatapku tanpa menjelaskan rindu yang mungkin dia simpan pada sakunya. Dan mimpi itu datang beberapa waktu pada suatu ketika. Dan aku tiba-tiba sangat rindu pada senyuman yang indah itu. Aku rindu memeluknya dan menggenggam tangannya.

Dan rindu sekali waktu memberangus hidup pada tanah lempung realitas. Membuat manusia berhadap-hadapan pada takdir yang tak punya akrab. Tak punya akur. Selalu memberi kabar yang kabur tak jelas, namun pasti. Dan rindu itu  sekali-kali membuat manusia gila.

Perjalanan yang panjang untuk merintis sebuah keinginan menuju keberhasilan yang sederhana. Selalu bertahan untuk mempertahankan keadaan yang sudah tertata dengan rapi dalam setiap langkah yang terayun. Mataku menangis bukan karena terluka tapi karena kerinduan yang tak bisa tertahankan. Perjalanan yang indah hanya bisa terkenang bersama pikiran dalam jiwa Jemari-jemari merambah mengukir kata bermakna dengan hiasan tinta hitam yang membekas Langkah kakipun melangkah dengan irama sendu mencari pengobat rindu yang berlalu bersama belenggu. Melayang selalu beban rindu untuk menelusuri jejak rindu yang pernah bermain bersama perasaan keindahan Segala bentuk sayap-sayap telah tercoba untuk berusaha terbang menjemput mimpi yang indah dalam pikiran orang lain bukan mimpi indah yang tertanam dalam hati nurani. Sembari terbang bersama sayap-sayap kecil mencoba menebarkan rasa rindu di setiap sudut semesta untuk memberi pengobat rasa yang sangat sulit untuk dihentikan. Waktu terus berlalu, hari terus berlari bersama rindu sendu mengejar perasaan dalam jiwa yang tertekan gulita yang tak bernyawa. Hanya satu yang teringinkan…selamatkan hati ini dari kerapuhan yang mulai merasuki kepenatan. Karena jalan pikirku telah terkontaminasi dengan segala beban yang dijalani. 

Bukan hanya satu tapi beribu-ribu cobaan
Untuk yang nun jauh di sana, yang berada di seberang sana, meski kita terpisahkan lautan yang terbentang luas aku bersimpuh berucap doa yang aku tengadahkan. Berharap diri menjadi hilang pada telaga hidup yang semrawut tak karuan. Moga senantiasa Allah mencurahkan nikmat kesehatan dan kebaikan kepada kalian, Allah akan mempertemukan kita kembali dalam waktu yang jauh lebih indah lagi. Meski saat ini raga tak menikmati kebersamaan itu namun yakinlah batin ini selalu tercurahkan untuk kalian orang tuaku, serta keluarga yang menjadi pelita di saat hati tengah gundah dilanda kegersangan, tak ayal banyak janji yang ingin aku persembahkan untuk kalian namun segenap hati telah mengiringkan sejuta harap agar kelak aku bisa menjadi seperti yang kalian inginkan, membuat kalian tersenyum bangga dengan setiap tuturku, perilaku juga tingkahku. Ayah dan ibuku apakah kalian merasakan rindu yang sama?

Ayah dan ibuku…
Betapa banyak kau nyanyikan lagu merdu
saat kujelang tidur jemput mimpi dari harapmu
kau katakan ingat nak hidup matiku hanya untukmu
tersentak kutersadar dari lamunanku akan semua itu

Ayah dan ibuku…
Maafkan anakmu tak patuh turuti maumu
karena ku tak juga bisa wujudkan impianmu
menangis hatiku mengingat semua jasa-jasamu
bahwa hanya kau yang paling mengerti kebaikanku

Ayah dan ibuku…
Baru kusadari akan semua waktu yang berlalu
tak pernah kau menuntut balasan akan ikhlasmu

kutahu di hatimu hanya ingin melihat kebahagiaanku
semoga aku bisa melanjutkan semua cita-cita luhurmu

Ayah dan ibuku, kelak akan aku buktikan pilihanku hari ini adalah jalan yang akan membuat kalian tersenyum lepas bangga penuh makna kepada anakmu ini, bukankah setiap kebaikan itu telah kalian ajarkan kepadaku sedari dulu? Ayah dan ibuku aku bangga bisa memanggil kalian ayah dan ibu.




0 komentar:

Posting Komentar